Kanal

Fadli Zon Tolak Rencana Redenominasi Rupiah

JAKARTA - riautribune : Bank Indonesia dan Pemerintah kembali menggulirkan rencana melakukan redenominasi rupiah. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menganggap isu ini tak punya urgensi sama sekali, tak tepat di tengah kesulitan ekonomi. Jika dilakukan hanya menambah masalah.

"Saya kira pemerintah sebaiknya fokus saja pada APBN, disiplin menjaga anggaran dan bekerja keras mencapai target pendapatan, agar defisit kita tak terus-menerus membesar. Jangan sampai pemerintah melanggar undang-undang keuangan negara karena abai menjaga disiplin anggaran," ingatnya, Sabtu (29/7).

"Kunci untuk melakukan redenominasi, selain indikator-indikator makro ekonomi yang sering dikemukakan BI dan Menko Perekonomian, pertama-tama adalah kepercayaan publik yang tinggi pada pemerintah. Dan kepercayaan itu yang tak banyak dimiliki oleh pemerintah sekarang," ujar Fadli menambahkan.

Sesudah wacana pemindahan ibukota yang bikin heboh, sebaiknya Pemerintah, kata wakil ketua umum DPP Partai Gerindra ini, tidak gampang melontarkan isu yang akan membuat isu tersebut juga hanya akan dianggap sebagai lelucon. Menurutnya, soal kepercayaan penting sekali, karena ini menyangkut nilai mata uang dan penerimaan masyarakat.

"Selama rekam jejak kebijakan ekonomi pemerintah tidak kredibel, gampang berubah-ubah, seperti ancaman Menteri Keuangan untuk menyandera 5.000 peserta tax amnesty kemarin, kebijakan redenominasi tak akan dipercayai masyarakat dan pelaku ekonomi lainnya. Penting sekali untuk mendapatkan dukungan KADIN, pelaku bursa, dan pelaku ekonomi lainnya, selain tentu saja masyarakat secara umum," sebut Fadli.

Kedua, selain soal kepercayaan dan kredibilitas, jika dipelajari, kisah sukses redenominasi sejauh ini memang hanya terjadi pada negara-negara yang jumlah penduduknya kecil dan luas wilayahnya juga sempit, seperti Bulgaria atau Turki. Sedangkan negara-negara dengan jumlah penduduk besar dan berwilayah luas, seperti Rusia, misalnya, banyak yang gagal menerapkan kebijakan ini. Jelas Fadli, Ini harus jadi catatan.

Selanjutnta, pada akhirnya bisa atau tidaknya kebijakan redenominasi dilaksanakan sangat tergantung pada kinerja pemerintah dalam menjaga perekonomian nasional. Jika pemerintah dan BI gagal mengendalikan variabel-variabel utama ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, atau pengangguran, gagasan redenominasi pasti gagal.

"Nah, masalahnya angka inflasi kita yang saat ini rendah itu, yang diklaim BI sebagai situasi yang tepat untuk memulai kebijakan redenominasi, celakanya bukanlah karena keberhasilan pemerintah menjaga perekonomian, namun justru karena kegagalan pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat. Jadi, angka inflasi yang kondusif sekarang ini bukanlah indikator positif perekonomian, tapi sebaliknya," imbuhnya.

Terakhir, untuk mengawal redenominasi, dibutuh sokongan lembaga penegak hukum yang tidak tebang pilih. Kebijakan redenominasi rentan melahirkan moral hazard. Misalnya, dalam kasus konversi harga lama ke harga baru. Mungkin saja ada pengusaha nakal yang tidak patuh, sehingga mereka mengkonversi harga lama Rp 25.000 menjadi Rp 27 dalam harga baru, misalnya, padahal seharusnya harga barunya Rp 25. Redenominasi rentan melahirkan moral hazard semacam itu.

"Jika penegakkan hukum kita masih seperti saat ini, bisa kita bayangkan betapa rawannya kebijakan redenominasi ini akan melahirkan inflasi dan hiperinflasi. Saya mencatat bahwa isu redenominasi ini selalu digulirkan menjelang tahun-tahun politik. Dulu digulirkan menjelang Pemilu 2014, dan kini kembali digulirkan menjelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. Tapi, sekali lagi, redenominasi bukanlah persoalan ekonomi yang urgen kita kerjakan. Pemerintah tak seharusnya menyibukkan diri dengan isu redenominasi. Rencana ini sebaiknya dibatalkan," pungkas Fadli Zon.(rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER