Kanal

Fahri Hamzah Sindir KPK Dan Pegiat Anti Korupsi Di Indonesia

JAKARTA - riautribune : Disela-sela kunjungan kerja ke Korea Selatan dalam rangka menghadiri Second Meeting of Speaker of Eurasian Countrie's Parliament, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengunjungi Transparansi Internasional Korea di Seoul.

Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh masukan terkait pemberantasan korupsi di Korea Selatan. Dalam pengantarnya, Fahri Hamzah mengatakan bahwa Korea merupakan salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.

"Pada sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi.  Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi.  Ini yang ingin ketahui prosesnya" urai Fahri melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (28/6).

Fahri membandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia, dimana telah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun selama 15 tahun bekerja belum berhasil menjadikan Indonesia bebas dari korupsi.

Fahri pun terkesan dengan kantor Tranparansi Internasional yang cukup sempit dan bersahaja. Transparansi Internasional itulah kata Fahri yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea Selatan.

"Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi", papar penggagas hak angket KPK ini.

Ketua Tranparansi Internasional Republik Korea Han Beom You mengungkapkan bahwa tahun 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi yang sebetulnya sama dengan KPK di Indonesia. Kemudian pada tahun 2003, dibentuk lembaga anti korupsi Korea yang disebut KICAK.

Lembaga tersebut melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi. Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICAK memberikan laporan ke Kepolisian. Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.

Pada tahun 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission). Lembaga ini merupakan gabungan dari lembaga yang ada sebelumnya yaitu KICAK atau the Korea Independent Commission Against Corruption, Ombudsman dan the Administrative Appeals Commission atau AAC. Pembentukan ACRC ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan terintegrasi di antara lembaga negara.

Menanggapi penjelasan itu, Fahri mengungkapkan bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi terhadap DPR.

"Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerjasama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor", ungkap Fahri.

Fahri pun berharap ke depan akan dapat diformulasikan sistem pemberantasan korupsi yang bisa bekerja lebih baik di Indonesia.(rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER