Kanal

Kerja Sama Pemerintah Dan DPR Semakin Efektif Dan Terukur

JAKARTA - riautribune : Di usia dua tahun, hubungan pemerintah dengan DPR semakin efektif. Hal itu dibuktikan dengan proses pembahasan RUU. Seperti RUU Pilkada, Tax Amnesty, pengangkatan Panglima TNI, Kapolri, komisioner KPK, Kepala BIN, dan lain-lain.

"Semua berjalan efektif dan terukur, juga tidak ada rapat-rapat antara KMP dan KIH. Kita memang ingin terwujudnya check and balances. Sehingga, Golkar, PAN, dan PPP, yang semula di KMP, saat ini semua mendukung pemerintah," kata Politisi PDIP Maruarar Sirait pada acara Refleksi Dua Tahun Jokowi-JK’ di Media Center DPR, Jakarta, Kamis (20/10).

Pembicara lain adalah Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, Direktur Eksekutif IndoBarometer M. Qodari, dan Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati.

Secara hukum kata Maruarar, kalau sebelumnya terjadi konflik antara KPK Vs Polri kini tidak ada lagi. Semua lembaga penegak hukum berjalan baik dan sinergi untuk menegakkan keadilan.

"Pungli, adalah contoh yang baik, meski jumlahnya kecil, namun pungli ini terjadi secara massif di seluruh sektor kehidupan masyarakat, dari pusat sampai daerah. Ekonomi pun tumbuh 5,4 persen,” tuturnya.

Qodari menegaskan jika dari hasil semua survei, dua tahun pemerintahan Jokowi-JK ini rakyat merasakan lebih baik. Khususnya dalam masalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberantasan narkoba. Tapi, masih ada ketidakpuasan dalam kenaikan harga-harga sembako, kemiskinan, dan pengangguran.

Konsolidasi politik di tingkat elit pun kata Qodari, berjalan baik (70 persen), dan konsolidasi di tingkat public berjalan dinamis, meski ada ketidakpuasan di bidang ekonomi.

"Jadi, pemerintahan ini sudah berjalan on the track, sesuai dengan janji  Pilpres, meski memang ada keberhasilan, dan ada pula yang belum tercapai. Tapi, makin lama, Jokowi sebagai Presiden RI makin kuat," tambahnya.

Enny menyatakan soal ekonomi memang dunia mengalami penurunan. Seperti Amerika, 3 persen dan Eropa 4 persen, tapi  India bisa mencapai 7 persen dan Vietnam 7,5 persen. Nah, Indonesia yang tumbuh 5,18 persen ini bersifat semu. Yaitu, tidak menghasilkan tenaga kerja. Juga inflasi terendah 3 persen dibanding pemerintahan sebelumnya, tapi daya beli masyarakat justru menurun 5,5 persen.

"Celakanya ekspor kita menurun, sehingga mikro prudentialnya hancur," katanya.

Perspektif kawasan Indonesia Timur-Barat, desa-kota, yang terjadi masih di Jawa sentris, daya saing menurun. Pendidikan dan kesehatan diparesiasi, tapi peringkatnya menurun ke 108 dari 130 negara, karena lulusan SMK-nya tidak bisa langsung bekerja.

:Jadi, 13 paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu tidak efektif. Nawacita memang tidak bisa dinilai sekarang karena masih berusia dua  Yang penting, apakah benar on the track atau tidak?" katanya.

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER