Kanal

Tak Ada Lagi Larangan Rini ke DPR

JAKARTA - riautribune : PDIP yang dulu memotori Pansus Pelindo II pasrah jika pimpinan DPR mencabut surat pencekalan. Pasalnya, sudah lebih dari setengah tahun Rini tidak menginjakkan kaki di kompleks DPR, Senayan. Alasannya, rapat paripurna DPR akhir tahun lalu memutuskan untuk mencekal Rini. Keputusan itu didasarkan pada rekomendasi Pansus Pelindo II yang dimotori politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka dan Masinton Pasaribu. Sejak saat itu posisi Rini diganti oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Kini, politikus PDIP yang dulu garang terhadap Rini sudah mulai melunak. Apalagi ada desakan dari Golkar untuk mencabut surat tersebut. Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menyerahkan keputusan itu kepada pimpinan. "Silakan saja kalau mau dicabut. Tapi pencabutan harus melalui mekanisme rapat paripurna, karena larangan itu diputuskan melalui paripurna," kata Masinton, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, dua politikus Golkar yang juga anggota Komisi VI DPR, Idris Laena dan Bowo Sidik Pangarso mendesak pimpinan DPR mencabut pencekalan. Alasannya, pencekalan terhadap Rini mengganggu pengawasan DPR terhadap kinerja Menteri BUMN.

Selain itu, larangan Rini datang ke DPR bisa membuat kinerja BUMN mandek. Idris memastikan, desakannya untuk mencabut pencekalan itu bukan berarti partainya menjilat ludah sendiri. Dia beralasan, yang memutuskan pansus adalah Pansus Pelindo II. Sementara apa yang disuarakannya adalah mewakili Komisi VI.

Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno mengatakan, apa yang disampaikan duo Golkar itu benar adanya. Sebagian besar fraksi di komisinya sudah menghendaki kehadiran Rini dalam rapat-rapat kerja dengan Komisi VI. Bahkan, terkait hal itu pimpinan komisi sudah menyampaikan surat kepada pimpinan DPR agar mencabut pencekalan tersebut.

Namun karena surat pimpinan DPR soal pencekalan masih eksis, Komisi VI sampai saat ini tetap menolak kehadiran Rini. "Dengan alasan menghormati keputusan pimpinan DPR," kata Teguh, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

Teguh mengakui, ketidakhadiran Rini dalam rapat kerja menimbulkan persoalan. Fungsi pengawasan DPR terhadap kementerian tidak efektif. Karena setiap membahas program dan anggaran selalu diwakilkan.

"Hambatan yang paling besar adalah fungsi legislasi saat akan merevisi Undang-Undang BUMN. Tanpa kehadiran Menteri tentu menjadi hambatan," tuntasnya.

Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyerahkan pencabutan pencekalan itu kepada pimpinan DPR. Kata dia, keputusan pencekalan itu bukan keputusan PDIP, tapi sudah jadi keputusan dewan.

"Maka jika akan mencabut kembali keputusan tersebut, yang dipertaruhkan adalah kredibilitas lembaga kedewanan," kata Hendrawan, saat dikontak tadi malam. "Jika apa yang diputuskan gampang ditarik-tarik, maka kredibilitas pimpinan tentu dipertanyakan," imbuhnya.

Hendrawan menyampaikan, bahwa benar pada awalnya fraksinya yang mendorong Pansus Pelindo II. Namun ketika sudah diketok, keputusan itu sudah jadi keputusan bersama. Saat ini, justru yang perlu dilakukan pimpinan DPR adalah memonitor perkembangan keputusan yang dibuatnya. Terutama terkait rekomendasi pansus. Apakah rekomendasi itu sudah dijalankan presiden atau tidak. "Jangan sampai keputusan itu tidak dimonitor bahkan dianggap angin lalu," ucapnya.

Ketua DPR Ade Komarudin hanya menjawab normatif soal itu. "Saya hanya teken. Apabila nanti pencabutan itu disetujui dalam rapat paripurna, saya juga tinggal teken," ujar kata Ade saat dikonfirmasi, kemarin.

Pengamat politik yang juga Direktur SIGMA Indonesia, Said Salahudin mengatakan, reshuffle jilid II yang memasukkan kader Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian jelas mengubah peta politik di DPR. Pengaruh PDIP terhadap Jokowi sudah mulai berkurang. Hal itu terlihat masih dipertahankannya Rini Soemarno di Kabinet. Padahal sudah jadi rahasia umum, PDIP sudah kesal dengan Rini.

"Masuknya Golkar jelas memberi angin segar bagi Jokowi untuk memutuskan sesuai keinginannya," kata Said, kemarin.

Dalam reshuffle, kursi menteri asal PDIP di kabinet kerja memang tidak dikurangi. Tapi dipertahankannya Rini dalam kabinet bisa menjadikan bibit-bibit kekecewaan PDIP kepada Jokowi mulai tumbuh. Partai sebagai pemilik kursi terbesar di DPR mestinya jangan diremehkan, meski kini Jokowi mendapat dukungan Golkar. "Kalau PDIP terus dikecewain, bisa repot juga nanti," pungkasnya.(rmol/rt)

Tak Ada Lagi Larangan Rini Ke DPR

JAKARTA - riautribune : PDIP yang dulu memotori Pansus Pelindo II pasrah jika pimpinan DPR mencabut surat pencekalan. Pasalnya, sudah lebih dari setengah tahun Rini tidak menginjakkan kaki di kompleks DPR, Senayan. Alasannya, rapat paripurna DPR akhir tahun lalu memutuskan untuk mencekal Rini. Keputusan itu didasarkan pada rekomendasi Pansus Pelindo II yang dimotori politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka dan Masinton Pasaribu. Sejak saat itu posisi Rini diganti oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Kini, politikus PDIP yang dulu garang terhadap Rini sudah mulai melunak. Apalagi ada desakan dari Golkar untuk mencabut surat tersebut. Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menyerahkan keputusan itu kepada pimpinan. "Silakan saja kalau mau dicabut. Tapi pencabutan harus melalui mekanisme rapat paripurna, karena larangan itu diputuskan melalui paripurna," kata Masinton, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, dua politikus Golkar yang juga anggota Komisi VI DPR, Idris Laena dan Bowo Sidik Pangarso mendesak pimpinan DPR mencabut pencekalan. Alasannya, pencekalan terhadap Rini mengganggu pengawasan DPR terhadap kinerja Menteri BUMN.

Selain itu, larangan Rini datang ke DPR bisa membuat kinerja BUMN mandek. Idris memastikan, desakannya untuk mencabut pencekalan itu bukan berarti partainya menjilat ludah sendiri. Dia beralasan, yang memutuskan pansus adalah Pansus Pelindo II. Sementara apa yang disuarakannya adalah mewakili Komisi VI.

Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno mengatakan, apa yang disampaikan duo Golkar itu benar adanya. Sebagian besar fraksi di komisinya sudah menghendaki kehadiran Rini dalam rapat-rapat kerja dengan Komisi VI. Bahkan, terkait hal itu pimpinan komisi sudah menyampaikan surat kepada pimpinan DPR agar mencabut pencekalan tersebut.

Namun karena surat pimpinan DPR soal pencekalan masih eksis, Komisi VI sampai saat ini tetap menolak kehadiran Rini. "Dengan alasan menghormati keputusan pimpinan DPR," kata Teguh, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

Teguh mengakui, ketidakhadiran Rini dalam rapat kerja menimbulkan persoalan. Fungsi pengawasan DPR terhadap kementerian tidak efektif. Karena setiap membahas program dan anggaran selalu diwakilkan.

"Hambatan yang paling besar adalah fungsi legislasi saat akan merevisi Undang-Undang BUMN. Tanpa kehadiran Menteri tentu menjadi hambatan," tuntasnya.

Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyerahkan pencabutan pencekalan itu kepada pimpinan DPR. Kata dia, keputusan pencekalan itu bukan keputusan PDIP, tapi sudah jadi keputusan dewan.

"Maka jika akan mencabut kembali keputusan tersebut, yang dipertaruhkan adalah kredibilitas lembaga kedewanan," kata Hendrawan, saat dikontak tadi malam. "Jika apa yang diputuskan gampang ditarik-tarik, maka kredibilitas pimpinan tentu dipertanyakan," imbuhnya.

Hendrawan menyampaikan, bahwa benar pada awalnya fraksinya yang mendorong Pansus Pelindo II. Namun ketika sudah diketok, keputusan itu sudah jadi keputusan bersama. Saat ini, justru yang perlu dilakukan pimpinan DPR adalah memonitor perkembangan keputusan yang dibuatnya. Terutama terkait rekomendasi pansus. Apakah rekomendasi itu sudah dijalankan presiden atau tidak. "Jangan sampai keputusan itu tidak dimonitor bahkan dianggap angin lalu," ucapnya.

Ketua DPR Ade Komarudin hanya menjawab normatif soal itu. "Saya hanya teken. Apabila nanti pencabutan itu disetujui dalam rapat paripurna, saya juga tinggal teken," ujar kata Ade saat dikonfirmasi, kemarin.

Pengamat politik yang juga Direktur SIGMA Indonesia, Said Salahudin mengatakan, reshuffle jilid II yang memasukkan kader Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian jelas mengubah peta politik di DPR. Pengaruh PDIP terhadap Jokowi sudah mulai berkurang. Hal itu terlihat masih dipertahankannya Rini Soemarno di Kabinet. Padahal sudah jadi rahasia umum, PDIP sudah kesal dengan Rini.

"Masuknya Golkar jelas memberi angin segar bagi Jokowi untuk memutuskan sesuai keinginannya," kata Said, kemarin.

Dalam reshuffle, kursi menteri asal PDIP di kabinet kerja memang tidak dikurangi. Tapi dipertahankannya Rini dalam kabinet bisa menjadikan bibit-bibit kekecewaan PDIP kepada Jokowi mulai tumbuh. Partai sebagai pemilik kursi terbesar di DPR mestinya jangan diremehkan, meski kini Jokowi mendapat dukungan Golkar. "Kalau PDIP terus dikecewain, bisa repot juga nanti," pungkasnya.(rmol/rt)
 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER