Kanal

BPK Temukan Kunker Fiktif Capai Rp 945,5 Miliar

JAKARTA-riautribune: Wajah DPR kembali tercoreng. Bahkan lebih parah lagi dan lebih bopeng lagi. Para wakil rakyat yang duduk di Senayan itu, dicap telah merampok duit rakyat yang seharusnya mereka wakili. Tudingan ini didasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan ada kunjungan kerja (kunker) fiktif yang dilakukan anggota DPR dengan jumlah sangat fantastis: hampir satu triliun rupiah.

Kabar temuan dugaan kunker fiktif itu awalnya disampaikan Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno di Jakarta, kemarin. Dia bercerita, fraksinya telah mendapat surat dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR soal hasil audit BPK tentang laporan keuangan DPR. Dalam surat itu, BPK menyampaikan beberapa temuan, antara lain soal diragukannya adanya kunker anggota DPR dan kekurangan administrasi lainnya. Akibat dua hal itu, potensi kerugian negara disebut mencapai Rp 945,5 miliar.

Hendrawan melanjutkan, temuan dugaan kunker fiktif itu sebenarnya bukan hanya untuk PDIP. Tapi untuk seluruh fraksi. "Namun PDIP berinisiatif untuk menagih laporan kunker kepada seluruh anggota kami," kata Hendrawan. Dia menginstruksikan seluruh anggotanya segera menyetorkan laporan secara mendetail disertai bukti-bukti kunjungan.

Terkait adanya kekurangan dalam laporan, Hendrawan memakluminya. Menurutnya, selama ini laporan penggunaan dana untuk kunker disusun secara lump sum atau sekaligus. Tidak dirinci seperti yang diinginkan BPK. Meski begitu, dia mengapresiasi audit BPK itu, karena menjadi masukan bagi anggota DPR untuk menyusun laporan lebih rinci dan akuntabel.

Ketua BPK Harry Azhar Azis membenarkan adanya temuan itu. Dia bilang, temuan adalah hasil pemeriksaan BPK untuk laporan keuangan DPR tahun 2015 (1 Januari-31 Desember 2015). Dalam pemeriksaan sementara itu, BPK mendapatkan temuan kekurangan laporan. Termasuk di antaranya adalan kunker DPR.

Hanya saja, kata dia, temuan itu sifatnya belum final. Karena saat ini BPK masih dalam proses memeriksa laporan keuangan DPR tersebut. Nah, dalam proses itu segala temuan bersifat konsultasi dan bisa diselesaikan dengan cara melengkapi kekurangan. "Jika nanti Setjen DPR sudah bisa melengkapi kekurangan itu, maka temuan itu akan kita hapus. Tidak akan ada masalah," kata Harry, tadi malam.

Harry menjelaskan, tiga bulan setelah tahun fiskal (31 Desember) setiap kemenetrian dan lembaga diwajibkan membuat laporan audit ke BPK. BPK kemudian punya waktu dua bulan yaitu April sampai Mei untuk memeriksa laporan tersebut. Pada awal Juni, BPK kemudian melaporkan hasil pemeriksaan itu ke sidang paripurna DPR. Jika ada temuan-temuan dalam laporan itu, maka Setjen DPR masih mempunyai waktu 60 hari untuk melapor ke sidang BPK. "Temuan-temuan kekurangan itu harus diselesaikan oleh Setjen," ucapnya. Jika tidak bisa melengkapi, maka temuan itu akan menjadi temuan final.

Seperti apa temuan yang masuk kategori fiktif itu? Harry mencontohkan, ada anggota DPR berkunjung satu daerah kemudian menginap di hotel dengan laporan biaya Rp 30 juta. BPK kemudian memeriksa kuitansinya dan mendatangi langsung ke hotel itu untuk memastikan. "Jika dalam pemeriksaan di hotel ternyata tidak ada transaksi itu, maka ini berbahaya. Ini yang disebut fiktif," ujarnya. Hanya saja, soal potensi kerugian negara yang mencapai angka hampir Rp 1 triliun, dia tidak tahu.

Senada disampaikan Anggota BPK Achsanul Qosasi. Dia bilang angka Rp 1 triliun sangat besar. "Saya tidak dapat angkanya dari mana. Kalau sudah final tentu nanti akan kami sampaikan," ujarnya .

Koordinator LSM Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, cerita adanya kunker fiktif anggota DPR itu sudah lagu lama. Terus menjadi cerita karena tidak ada yang bisa membuktikan.

"Informasi penting ini harus segera direspons penegak hukum untuk dituntaskan," kata Sebastian

Dia bilang, laporan BPK ini penting sekali untuk menyelamatkan keuangan negara. Selain itu untuk perbaikan DPR ke depan agar betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan benar. Jika dalam laporan BPK itu memang ditemukan adanya kunker fiktif, maka akan menambah coreng wajah DPR. Lembaga yang punya tugas mengawasi dan mengontrol agar keuangan negara dipergunakan sesuai peruntukannya kok ternyata merampok duit rakyat. Ini tidak boleh dianggap main-main. (rmol/rt)

 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER