Kanal

Berjuang Lebih Keras Hidupi Keluarga di Tengah Banyaknya Penyekatan

PEKANBARU, Riautribune.com - Matahari bersinar lumayan garang Senin (30/8) siang, saat Dewi berhenti sejenak untuk beristirahat di parkiran Swalayan di jalan Riau, Pekanbaru. Rutinitas harian yang ia mulai sejak pagi pukul 5.00 WIB mungkin telah membuatnya sedikit letih dan meminta beristirahat sejenak.

Ibu dari Raka dan Dwi ini harus meninggalkan rumah sebelum sang surya menampakkan sinarnya di ufuk timur guna berangkat menuju stasiun taksi untuk melakukan absen harian dan pengecekan sedan biru yang akan dipakainya menjemput rejeki.

Pekerjaan yang sudah dilakoninya sejak 6 tahun yang lalu ini bermula ketika sang suami sebagai kepala keluarga, harus beristirahat dikarenakan kanker prostat yang dideritanya. Kondisi itu membuat pria berusia 52 tahun itu tak lagi dapat berjuang menghidupi keluarganya.

Sebagai ganti, Dewi dengan keterampilan mengemudi yang dimilikinya, memberanikan diri untuk melamar sebagai pengemudi di perusahaan taksi yang terkenal di kota Pekanbaru ini.

"Suamiku bukannya tidak mau bekerja, tetapi karena kena kanker prostat jadi harus istrirahat dan tidak boleh kerja berat. Dia ijinkan kok aku jadi supir taksi," terang wanita kelahiran Pekanbaru, 48 tahun lalu ini.

Sang suami yang dulunya adalah seorang karyawan swasta di perusahaan transportasi, harus rela melepas pekerjaannya yang sudah digelutinya dahulu selama 8 tahun dikarenakan sakit yang menerpanya dan digantikan oleh sang istri demi mencukupi kebutuhan hidup.

Menjadi seorang pengemudi wanita tentu memiliki banyak tantangan dan godaan dari sekitarnya. Godaan dari penumpang pria tak hanya sekali atau dua kali saja dialami wanita berhijab ini, namun semua itu dihadapinya dengan senyuman.

"Namanya perempuan ya, mungkin aneh bagi mereka kalau sampai jadi supir taksi, makanya mereka godain," ujar Dewi dengan tersenyum sambil mengambil botol air mineral yang dibelinya di Swalayan berciri biru kuning tadi.

Bukannya keluarga tak melarang, namun dengan niat mulia Dewi tetap bertekad menjalani pekerjaannya.

"Keluarga mana yang tidak melarang ibu-ibu jadi supir taksi, tapi kan demi sekolah anak-anak dan perobatan suami, ya aku berjuang dong," tawanya meledak ketika menjawab pertanyaan riautribune tentang pandangan keluarga.

Untuk penghasilan, yang didapatnya pun berupa perhitungan persen dari jumlah ongkos yang dibayarkan oleh penumpang.

Yang lebih memprihatinkan, tak jarang Dewi harus merogoh kantung pribadinya guna membayar pengisian bahan bakar saat malam mengembalikan taksinya, dikarenakan perjalanannya yang cukup panjang ketika jalur jalan yang mengharuskannya mencari rute lain, terutama saat diadakannya penyekatan.

"Gaji kami itu harian, hitungannya persenan, ya dihitungnya setelah dipotong uang beli minyak yang harus sampai penuh tangki mobil. Sering nombok malahan. Apalagi kalau sudah ada penyekatan," terang pejuang rejeki wanita ini.

Jenjang pendidikan yang pernah dilalui Dewi sebatas bangku SMU yang menyebabkan ibu ini harus memilih menjadi pengemudi taksi.

Dengan berseragam atasan kemeja biru dan memakai bawahan berwarna gelap, sambil melangkah santai namun tegas, Dewi kembali menuju taksinya dan menyalakan mesin guna melanjutkan perjuangan hariannya.***

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER