Kanal

Jika Terbukti Menyimpang, Kemensos Bisa Cabut Izin ACT

JAKÀRTA - Kementerian Sosial (Kemensos) bisa membekukan atau mencabut izin lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) apabila terbukti melakukan tindakan penyimpangan.

Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan hal itu sesuai dengan Pasal 19 huruf b Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No 8 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang (PUB).

"Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan," kata Harry melalui keterangan tertulis, Selasa (5/7).

Berdasarkan Pasal 19 huruf b Permensos No 8 tahun 2021 Menteri Sosial (Mensos) dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan alasan; untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, dan atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Merespons dugaan penyelewengan dana sumbangan masyarakat yang dilakukan oleh ACT, Kemensos telah menjadwalkan pemanggilan pimpinan lembaga tersebut untuk dimintai keterangan.

"Kementerian Sosial akan memanggil pimpinan ACT, yang akan dihadiri oleh tim Inspektorat Jenderal untuk mendengar keterangan dari apa yang telah diberitakan di media massa dan akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola," kata Harry.

Persoalan ACT muncul tak lama setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'. Laporan tersebut membahas soal isu gaji petinggi ACT yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Dalam laporan tersebut juga disebut bahwa petinggi ACT menerima sejumlah fasilitas mewah dan memotong uang donasi.

Dalam klarifikasinya, Presiden ACT Ibnu Khajar menepis jajaran petinggi lembaga tersebut memperkaya diri dengan menyelewengkan dana masyarakat.

ACT mengakui mengambil lebih dari 12,5 persen untuk operasional lembaga dari jumlah donasi yang berhasil dikumpulkan. ACT mengklaim hanya mengambil sekitar 13,5 persen dari donasi tersebut.

Ibnu Khajar mengatakan penggunaan donasi itu tak masalah. Menurutnya, ACT adalah lembaga filantropi bukan zakat dan mendapat izin dari Kementerian Sosial.

Dalam aturan syariat Islam, untuk lembaga zakat, pemotongan donasi keagamaan tidak boleh lebih dari 12,5 persen. Sementara merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Sumbangan, menyatakan pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyak 10 persen dari hasil donasi.

Ibnu pun menyampaikan permohonan maaf terkait kegaduhan yang ditimbulkan oleh pemberitaan soal dugaan penyelewengan dana donasi. Dia memastikan ACT tetap bekerja profesional dan amanah mengelola dana bantuan kemanusiaan dari masyarakat.

"Kami mewakili ACT meminta maaf sebesar-besarnya," kata Ibnu dalam konferensi persnya. *

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER