Kanal

Cegahan dan Penanganan Stunting, Dokter Anak dan Pemerintah Harus Saling Bersinergi

PEKANBARU, Riautribune.com - Stunting adalah perawakan pendek yang mana tinggi badan anak menurut umur dibawah -2 standar deviasi dari tinggi badan pada anak yang berumur sama, yang disebabkan oleh malnutrisi kronik atau kekurangan gizi dalam waktu yang lama.

Pencegahan Stunting ini sangat diperlukan perhatian khusus dari berbagai kalangan, baik itu peran orang tua, Profesi Kesehatan seperti dokter anak dan juga pemerintah.

Hal ini disampaikan dr. Hasriza Eka Putra, M.Sc, Sp.A. 
selaku Penanggungjawab (PIC) Program Pencegahan dan Penanganan Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Propinsi Riau, saat menjadi narasumber Pertemuan Penguatan Komitmen Kabupaten/Kota dalam Pencapaian Indikator Program Gizi, Jum'at 20 Mei 2022 kemarin.

Kegiatan itu juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas Kabupaten/Kota dan Pokja IV TP-PKK Kabupaten/Kota Se Provinsi Riau.

Dr Eka menyampaikan, Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka stunting di Indonesia mencapai 24,4% dan Propinsi Riau 22,3%. Pemerintah melalui Perpres no 72 tahun 2021 menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024.

"Sesuai dengan Perpres nomor 72 tahun 2021 itu yang mana hanya dalam waktu 2 tahun lagi itu. Terkait Stunting ini berarti perlu penurunan angka stunting sebesar 8,3% di Propinsi Riau dalam waktu 3 tahun (2021-2024)," ungkapnya.

Menurutnya, percepatan penurunan angka stunting itu dilakukan secara masif dengan melibatkan peran dari berbagai sektor, termasuk organisasi profesi dokter. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Propinsi Riau sebagai organisasi profesi dokter spesialis anak merupakan mitra pemerintah Propinsi Riau dalam mencegah dan menangani kejadian stunting.

Sinergi IDAI dengan pemerintah Propinsi Riau dilakukan dengan menunjuk Dokter Spesialis Anak Koordinator (PIC) program stunting yang akan menjadi Tim Pakar dan Tim Teknis di tingkat Propinsi Riau dan tingkat Kabupaten/Kota se-Propinsi Riau. 

"Sebagai Tim Pakar, dokter anak memiliki peran memberikan masukan dan konsultasi terhadap program pencegahan dan penanganan stunting mulai dari tingkat posyandu, puskesmas hingga RSUD, seperti penilaian kesiapan sarana dan prasarana alat ukur antropometri yang meliputi timbangan digital bayi dan alat ukur panjang badan atau tinggi badan anak, ketersediaan nutrisi pencegahan dan penanganan stunting, dan sebagainya," terangnya.

Dokter spesialis anak RS tipe D Perawang itu juga mengatakan, untuk Alat ukur berat dan tinggi badan anak harus valid. Ia menegaskan bahwa sudah harus beralih dari menggunakan timbangan dacin (timbangan kain) dan meteran jahit menjadi menggunakan timbangan bayi digital dan infantometer/stadiometer agar hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan anak menjadi akurat. 

"Disamping itu kita juga harus memastikan ketersediaan susu khusus (Pangan untuk Kondisi Medis Khusus/PKMK) untuk menangani stunting. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 29 Tahun 2019, diagnosis dan tatalaksana stunting dengan menggunakan PKMK (susu khusus) merupakan tanggungjawab dokter spesialis anak di RSUD, sedangkan pengadaan PKMK merupakan tanggungjawab pemerintah daerah," sebutnya.

Lanjutnya menyampaikan, sebagai Tim Teknis, Dokter Anak memiliki peran untuk melaksanakan kasus stunting maupun kasus gizi yang berisiko untuk menjadi stunting seperti gizi buruk, gizi kurang dan gagal tumbuh (weight faltering), melakukan pendampingan kepada puskesmas dan posyandu jika diperlukan terhadap kasus yang berhubungan dengan gizi anak. 

"Dokter anak merupakan bagian dari tim audit kasus stunting baik pada tingkat Kabupaten/kota maupun kecamatan yaitu dengan melakukan identifikasi jumlah kasus, penyebab, tata kelola, tingkat efektivitas, kendala yang terjadi, merumuskan solusi dan evaluasi hasil tindak lanjut yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagi penanganan yang tepat pada kasus stunting. Audit ini dilakukan setiap 6 bulan," paparnya.

Lanjutnya, Mengapa kita perlu menurunkan angka stunting? Hal ini karena stunting memiliki dampak mulai dari individu hingga negara. Anak yang stunting memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga mudah sakit dan mengalami fungsi tubuh yang tidak seimbang. Selain itu yang lebih penting adalah berkurangnya kemampuan kognitif karena pertumbuhan tinggi badan berkorelasi dengan perkembangan otak anak. 

"Dampak dimasa tua pada anak stunting adalah risiko terkena penyakit metabolisme seperti obesitas, diabetes mellitus, hipertensi dan lainnya, karena rendahnya pembakaran lemak pada anak stunting. Kesemua hal ini, terutama karena berkurangnya kemampuan kognitis dan tidak maksimalnya postur tubuh saat dewasa, menyebabkan turunnya kualitas sumber daya manusia sehingga akan mengakibatkan kerugian ekonomi bangsa," jelasnya.

Ketua Tim Mitigasi Covid-19 IDI Cabang Siak itu juga mengatakan, kita sangat berharap generasi muda bangsa Indonesia pada umumnya dan propinsi Riau pada khususnya pada masa depan menjadi sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas serta tak kalah saing dengan bangsa lain dalam semua lini kehidupan untuk dapat melanjutkan estafet pembangunan di negeri ini.

"Pencegahan serta penanganan stunting merupakan suatu ikhtiyar untuk mencapai hal itu yang merupakan tanggungjawab dan kerja dari semua pihak termasuk organisasi profesi dokter dan pemerintah," pungkasnya. (Rizal Iqbal)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER