pilihan +INDEKS
Peran Strategis Kementerian Kehutanan dalam Mewujudkan Visi Pemerintahan Probowo-Gibran

Dalam hitungan hari, Probowo dan Gibran akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode 2024-2029. Seiring hal tersebut, media publik meriah membahas komposisi Kabinet Pemerintahan Probowo-Gibran. Mulai dari nomenklatur Kementarian dan Lembaga hingga yang paling menarik perhatian publik adalah figur yang menjadi kandidat sebagai Menteri. Berdasarkan amanah Undang-undang, pembentukan Kabinet dan pengangkatan para Menteri adalah hak prerogatif Presiden.
Salah satu kementerian yang menarik perhatian publik adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan. Berbagai scenario muncul terkait kementerian yang akan mengelola hutan, seperti bergabungnya Kehutanan ke kementerian ATR-BPN. Muncul juga kabar bahwa fungsi kawasan bergabung di Kementerian ATR-BPN, fungsi Produksi bergabung di Kementerian Pertanian dan fungsi lindung dan konservasi bergabung di Kementerian Lingkungan Hidup.
Mencermati dinamika tersebut, M. Mardhiansyah yang merupakan Dosen di Jurusan Kehutanan FP UNRI memberikan pandangan bahwa urusan kehutanan semestinya dikelola oleh satu kementerian sendiri yaitu “Kementerian Kehutanan”. Hal ini menjadi sangat strategis karena kehutanan merupakan sektor yang prospektif dalam memfasilitasi terwujudnya visi dan misi Pemerintahan Probowo-Gibran yaitu “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”. Dalam UU RI Nomor 41 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok menjadi: (a) Hutan produksi (HP) yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan; (b) Hutan lindung (HL) adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah; (c) Hutan konservasi (HK) adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Lingkup fungsi yang luas tersebut mengharuskan hutan dikelola oleh satu kementarian bukan dipecah-pecah fungsi tersebut dibeberapa kementerian. Hal tersebut akan mempersulit koordinasi dan tumpang tindih kewenangan. Hutan tidak semata kawasan hutan, namun melekat padanya tutupan lahan berupa hutan dengan berbagi fungsinya. Keseimbangan pengelolaan ruang atau kawasan hutan untuk memfasilitasi fungsi hutan mutlak dilakukan untuk menjadi kelestarian dan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu koordinasi dan pengelolaan dalan satu kementerian yaitu Kementerian Kehutanan menjadi sesuatu wajib untuk dilakukan.
Akademisi Kehutanan yang dua periode diamanahkan sebagai Koordinator DPW FKKM Riau ini menjelaskan bahwa di era kepedulian publik terhadap ekonomi hijau maupun ekonomi biru, kehutanan memiliki peran strategis dalam menyelasarkan memfasilitasi penurunan emisi karbon namun tetap memberikan nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan berkelanjutan yang menjadi arah pembangunan mensyaratkan pengelolaan hutan yang lestari yang mampu memfasiltasi peran ekologi, ekonomi dan sosial budaya secara selaras dan sinergis. Hal tersebut sejalan dengan Asta Cita yang merupakan Misi dari Pemerintahan Prabowo-Gibran. Sejarah telah mencatat bagaimana Hutan telah menjadi modal dasar pembangunan sejak zaman kemerdekaan, orde lama, orde baru dan sampai saat ini bahkan juga untuk masa yang akan datang. Pengelolaan hutan yang baik dan lestari akan memfaslitasi geraknya sektor pembangunan lainnya seperti Pariwisata, Perindustrian, Perdagangan, Pembangunan Pedesaan, UMKM, Kesehatan, kebudayaan dan sektor lainnya.
Dari perspektif kontribusi terhadap penerimaan APBN, sesungguhnya sektor Kehutanan merupakan sektor yang terbesar dalam berkontribusi menyumbang penerimaan APBN. Namun dalam pencatatan dan pelaporan penerimaan Negara tergolong sangat kecil dibandingkan luasan kawasan yang dikelolanya. Hal tersebut dikarenakan kriteria pengelompokan sumber penerimaan Negara yang mengeliminir kontribusi sektor kehutanan. Sebagai contoh, produk industri kehutanan tidak menjadi penerimaan sektor kehutanan, namun masuk dalam penerimaan sektor industri atau perdagangan. Penerimaan pariwisata dari kawasan hutan digolongkan sebagai penerimaan sektor pariwisata. Kontribusi sektor kehutanan terdistribusi ke sektor-sektor lain dalam penyumbang APBN. Meski secara struktur anggaran Kehutanan mendapat porsi yang tergolong kecil, namun Kehutanan merupakan sektor yang paling besar berkontribusi dalam penurunan emisi karbon yang menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan dan merupakan salah satu Misi dari Pemerintahan Probowo-Gibran. Dengan demikian tak kuat alasan melikuidasi atau memargerkan Kementerian Kehutanan hanya karena kontribusinya ke APBN tergolong kecil tersebut. Hal ini mempertegas bahwa hutan memiliki peran startegis memfasilitasi sektor pembangunan lainnya. Sektor lain sulit mampu bergerak jika tidak didukung oleh sektor Kehutanan.
Lebih lanjut dipaparkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan perkembangan pengelolaan hutan dan industri kehutanan. Pengelolaan hutan lindung dan konservasi yang semakin masif dan intensif serta industry kehutanan yang prospektif membawa kehutanan ke masa depan yang sangat cerah dan menjanjikan. Pengembangan industrin serat kayu yang tak hanya untuk kertas namun juga untuk bahan tekstil memberi potensi devisa Negara. Potensi kayu energy untuk memfasilitasi swasembada energy melalui sumber energi yang terbarukan juga merupakan potensi besar untuk mewujudkan visi misi pemerintahan Prabowo-Gibran. Multi usaha kehutanan dan perhutanan sosial melalui penerapan agroforestry memfasilitasi perwujudan swasembada pangan, pembangunan pedesaan, UMKM sehingga mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Potensi kehutanan Indonesia yang sangat prospektif ini sudah menjadi perhatian dunia khususnya Negara-negara Eropa. Kekhawatiran mereka terhadap keunggulan komparatif hutan Indonesia dengan anugerah hutan tropis memicu berbagai propaganda dan kampanye negative terhadap pengelolaan hutan Indonesia. Jika Timur Tengah hanya menguasai minyak bumi harus menghadapi invasi militer asing dengan berbagai alibinya yang menunjukkan begitu strategisnya Negara-negara tersebut. Indonesia melalui hutan telah dan akan menguasai sumber negeri yang terbarukan dan hajat hidup manusia seperti, sandang (tekstil), air, oksigen bahkan bahan yang dibutuhkan banyak orang seperti kertas, kenyamanan keindahan alam, obat-obatan dan sebagainya. Persaingan dagang tersebut harus dihadapi dengan pengelolaan hutan yang bijak dan lestari serta tata hubungan politik ekonomi internasional yang bermartabat. Hutan dan kehutanan dapat dipandang sebagai marwah bangsa yang harus dijaga kehormatannya dalam tata hubungan internasional. Hutan adalah ruang kedaulatan masyarakat hukum adat yang harus dipertahankan. Oleh karena itu, hutan dan kehutanan haruslah dikelola oleh suatu kementerian yang utuh mengelolnya dari hulu sampai hilir
Praktek baik yang telah didedikasikan oleh Ibu Prof. Dr. Siti Nurbaya, M.Sc selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Pemerintah Presiden Jokowi seperti Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Perhutanan Sosial, Teknik Silvikultur Intensif, dukungan Restorasi Gambut dan Mangrove, Hutan Alam dan Hutan Tanaman yang prospektif, Manajemen Konservasi dan Lindung yang kolaboratif, Fasilitasi Hak Masyarakat Hukum Adat dan program kebijakan baik lainya yang telah mengukir prestasi serta pengakuan apresiasi Internasional harus dilanjutkan dan ditumbuh kembangkan sesuai dinamika zaman untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang bijak dan lestari untuk kesejahteraan rakyat. Perubahan paradigma pengelolaan hutan yang selama ini “sama-sama bekerja” sudah mulai disinergiskan dan diselaraskan menjadi “bekerjasama” para pihak dalam pengelolaan hutan Indonesia.
Apresiasi yang setinggi-tingginya didedikasi kepada Ibu Siti Nurbaya yang telah membaktikan segenap kemampuannya mengelola hutan Indonesia. Dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevalusi kebijakan Kehutanan, selaku Menteri LHK, Ibu Siti Nurbaya melibatkan para pihak dan memberikan ruang serta kepercayaan yang tinggi terhadap Akademisi Kehutanan khususnya melalui FOReTIKA (Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Kehutanan Indonesia), sehingga basis ilmu pengetahuan sangat mewarnai kebijakan kehutanan di bawah kepemimpinan beliau di KLHK. Semoga hubungan yang harmonis dan produktif antara KLHK dengan Akademisi kehutanan akan terus berlanjut bersama Meteri Kehutanan berikutnya dalam menjawab tantangan dan membangun solusi terhadap pengelolaan hutan Indonesia untuk kesejahteraan rakyat menuju Indonesia Emas.
Demikian Mardhiansyah Akademisi Kehutanan Riau yang juga anggota MKA LAMR Provinsi Riau ini menutup pandangannya dengan harapan Presiden Prabowo dan timnya mewujudkan terbentuknya “Kementerian Kehutanan” pada pemerintahannya serta mengangkat Menteri yang layak dan pantut untuk mengelola Hutan Indonesia. Hal itu akan jadi lebih membahagiakan masyarakat Provinsi Riau jika yang diamanahkan sebagai Menteri Kehutanan tersebut dipercayakan kepada seorang yang berasal dari Provinsi Riau, karena Riau merupakan Provinsi yang memiliki potensi dan kompleksitas hutan yang sangat besar. (RK2)
Berita Lainnya +INDEKS
Etika dan Praktik Jurnalisme Masa Kini dalam Memberantas Hoax dan Disinformasi
Dewasa ini pembahasan mengenai keberlang.
Kontribusi Jalan Operasi PHR Bagi Masyarakat Riau
PEKANBARU – Industri migas memberi pengaruh besar terhadap perkembangan provin.
Pilwako Dumai, Mitos Keramat Tanah Jantan
Oleh: Datin Zahra AdawwiyahDUMAI yang merupakan "tanah jantan nan .
25 Tahun Kabupaten Pelalawan : Kisah Sampah, Ego, dan Harapan
Catatan Baharudin, SH, MH (Wakil Ketua DPRD Pelalawan)ULANG tahun .
Cyber Sexual Harassment Sebagai Ancaman Kesehatan Mental
PENGGUNAAN media sosial yang semakin berkembang pesa.