Melihat Dari Dekat Sanitary Landfill PHR, Komitmen Pengelolaan Sampah Yang Ramah Lingkungan
PEKANBARU, Riautribune.com - SEKILAS, tidak ada yang menyangka jika tempat ini merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Tidak terlihat tumpukan sampah yang menggunung, tak pula tercium bau busuk yang menyengat hidung. Padahal setiap hari, 10 sampai 13 meter kubik sampah dari perumahan karyawan dan perkantoran PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) wilayah Rumbai dan Minas diantar ke tempat ini.
Kesan asri justru lebih terasa karena dari depan tampak sebuah hamparan lahan yang ditumbuhi rumput dan beberapa pohon cukup besar tumbuh di kawasan ini. Hamparan sampah baru terlihat jika kita melihat di bagian belakang kawasan tersebut.
Selain pos sekuriti, hanya ada dua bangunan lagi di kawasan sanitary landfill yang berlokasi di jalan Bypass Rumbai-Minas PT PHR ini. Satu bangunan cukup besar yang digunakan sebagai tempat pemilahan sampah dan satu bangunan lagi terletak di kawasan fasilitas composting.
“Ada empat fasilitas yang berada di lokasi sanitary landfill ini, yaitu fasilitas pemilahan sampah nonnorganik, fasilitas landfill atau tempat penimbunan sampah nonorganik, fasilitas waste water treating plant atau pengolahan air lindi dan fasilitas composting atau tempat pengolahan sampah organic,” jelas Adek Tifa, Supervisor Sanitary Landfill, Rabu 21 Agustus 2024.
Diterangkan Adek, setiap hari ada 23 pekerja yang bertugas di fasilitas sanitary landfill PT PHR ini. Mereka bertugas sebagai sekuriti, operator alat berat, pemilah sampah, supir truk dan pengawas pekerjaan.
Setiap hari truk-truk sampah akan mengumpulkan sampah dari perumahan karyawan dan kantor yang ada di wilayah Rumbai dan Minas. Sekitar 16,5 ton sampah masuk ke kawasan sanitary landfill tersebut setiap hari. Untuk sampah organik yang dihasilkan dari PHR sendiri ada kurang lebih sekitar 68 persen, sedangkan sampah nonorganiknya sekitar 31 persen.
“Kemudian truk sampah yang masuk ke tempat ini dicatat terlebih dulu oleh sekuriti. Sampah nonnorganik akan ditumpahkan di gedung pemilahan sampah nonorganik, sedangkan sampah organik akan dibawa ke kawasan composting,” tutur Adek menjelaskan proses pengelolaan sampah di tempat ini.
Selanjutnya, di gedung pemilahan tersebut petugas akan memilah mana sampah nonorganik yang masih dapat digunakan ulang (recycle), seperti botol-botol atau kemasan plastik. “Sampah-sampah yang masih bisa digunakan kembali ini biasanya kita serahkan kepada pihak ketiga yang membutuhkan,” ujarnya.
Setelah proses pemilahan selesai, sampah nonorganik yang tidak tidak dapat dimanfaatkan kembali kemudian dibawa ke area landfill untuk ditimbun. Sedangkan sampah organik di kumpulkan di fasilitas composting untuk diolah menjadi pupuk kompos.
“Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos memerlukan waktu yang cukup lama, bisa berbulan-bulan, tergantung kondisi cuaca di sekitar,” ungkapnya.
Ditambahkan Adek, dalam menjalankan tugasnya, para pekerja di fasilitas sanitary landfill ini tetap dituntut senantiasa menaati prosedur keselamatan kerja. Terutama para petugas yang mengoperasikan alat berat yang memiliki resiko cukup besar.
“Semua hal terkait keselamatan kerja maupun keamanan lingkungan menjadi perhatian kita semua di sini,” ujarnya.
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Sebagai salah satu perusahaan migas terbesar di Indonesia, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keberlanjutan lingkungan. Selain fokus pada operasional yang ramah lingkungan, PHR juga berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan hidup di sekitar wilayah operasi, terutama dalam masalah pengolahan sampah.
Menurut Niko Prasetyo, Team Manager OE/HES Environment PT PHR, pengelolaan sampah di PHR mengacu kepada undang-undang yang telah dibuat dari pemerintah RI, yaitu Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.
Penerapan metode sanitary landfill pada Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah di wilayah kerja WK Rokan, terang Niko, karena dinilai sebagai metode paling baik di tempat pembuangan akhir sampah. Selain lebih mudah dan efektif, metode yang diperkenalkan pertama kali di Inggris tahun 1912 ini dipilih karena tidak menimbulkan bau yang menyengat dan pencemaran lingkungan.
Kawasan sanitary landfill PT PHR di jalan by pass Rumbai Minas
Di PHR, metode ini kemudian dipadukan dengan pengelolaan sampah organik menjadi kompos dan pupuk cair sehingga dapat memberikan keuntungan tambahan, baik bagi perusahaan maupun masyarakat sekitar.
Di lokasi PHR WK Rokan, terang Niko ada dua lokasi untuk pengelolaan sampah, yaitu yang pertama di Municipal Solid Waste Management Facility (MSBMF) Minas atau Rumbai, kemudian yang kedua di Integrated Waste Management Facility (IWMF) Pematang untuk wilayah North Area Tenggara.
“Berbeda dengan TPA konvensional dimana sampah ditumpuk begitu saja di areal terbuka, dengan metode sanitary landfill ini sampah akan dipilah dulu, mana yang organic dan non organic. Sampah nonorganik yang sudah tidak bisa di-recycle akan ditimbun di tempat khusus yang sudah dipersiapkan,” terangnya.
Sebelum ditimbun dengan sampah, sambung Niko, permukaan dasar sanitary landfill dilapisi terlebih dahulu dengan tanah lempung dan High Density Polyethylene (HDPE). Tujuannya agar air sampah atau yang biasa disebut dengan air lindi tidak merembes ke bawah tanah dan dapat mencemari air tanah.
Pembuangan sampah di sanitary landfill dilakukan dengan cara ditimbun setinggi 45 cm, setelah itu baru ditimbun tanah setinggi 15 cm – 20 cm. Setelah dipadatkan dengan alat berat, lahan ditimbun sampah kembali dengan ketinggian yang sama dengan sebelumnya, lalu ditimbun dengan tanah kembali. “Demikian seterusnya sehingga kalau dilihat nantinya seperti layer atau lapisan demi lapisan,” ujarnya.
Selain dilapisi tanah lempung dan HDPE, permukaan dasar sanitary landfill dilengkapi dengan pipa pengumpul lindi dan pipa gas metan. Pipa pengumpul lindi dan pipa gas metan dipasang untuk mengumpulkan lindi dan gas metan yang terbentuk akibat proses penguraian sampah di dalam sanitary landfill.
“Lindi yang terkumpul akan diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jika sudah sesuai baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah, baru kita alirkan ke kanal yang ada di sekitar sanitary landfill, kalau belum sesuai baku mutu, kita olah lagi agar benar-benar aman dan tidak menimbulkan pencemaran,” paparnya.
Niko mengungkapkan, petugas di sanitary landfill senantiasa melakukan pengecekan saluran air lindi tersebut untuk memastikan tidak ada kebocoran yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Sedangkan soal jaringan pipa gas metan, dibuat agar nantinya jika ada gas metan yang terjebak di dasar sampah, bisa rilis ke atmosfer. Sehingga terhindar dari potensi ledakan akibat gas metan yang terjebak di dalam tanah seperti peristiwa di Bojong Gede.
Gas metan yang dihasilkan di lokasi sanitary landfill biasanya dapat juga dimanfaatkan sebagai biogas. Namun di sanitary landfill Minas ini hal itu tidak dapat dilakukan karena gas yang dihasilkan tidak begitu besar jumlahnya. Selain itu, kalaupun hendak dimanfaatkan, lokasi sanitary landfill ini jauh dari perumahan warga. “Jadi kalau mau dibuat saluran pipa gasnya perlu berkilo-kilometer, tapi volume gasnya yang dihendak disalurkan sedikit, jadi tidak ekonomis dari sisi investasinya,” ungkap Niko.
Meski gas metan yang dihasilkan belum dapat dikonversikan menjadi keuntungan ekonomis, namun kehadiran sanitary landfill ini tetap memberikan dampak ekonomis bagi warga sekitar, khususnya dari sampah nonorganik yang telah dipilah sebelum dikuburkan.
“Nah, biasanya sampah nonorganik yang masih dapat dimanfaatkan tersebut kita serahkan ke warga, apakah nantinya dibawa ke bank sampah atau dimanfaatkan untuk kerajinan dan produk lain,” terangnya.
Sedangkan produksi pupuk kompos yang dihasilkan di fasilitas sanitary landfill tersebut, sambung Niko, setiap bulannya dapat memproduksi 70 – 80 kubik perbulan. Selain itu ada juga produksi pupuk cair sebanyak rata-rata 30 liter per bulan. Kompos dan pupuk cair tersebut juga dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian lingkungan.
“Kompos yang dihasilkan biasanya akan kita gunakan untuk memupuk tanaman, baik itu di taman-taman yang ada di kompleks perkantoran dan perumahan PHR, sebagian kita juga salurkan kepada teman-teman di bagian nursery yang merawat hutan-hutan di Rumbai, sebagian lagi juga kita berikan kepada pemerintah desa sekitar wilayah operasi jika mereka mengajukan permintaan bantuan,” terangnya.
Mengubah Perilaku
Menurut Niko, upaya PHR dalam pengelolaan sampah bukan hanya soal bagaimana menangani sampahnya saja, tetapi juga dalam hal kebiasaan para karyawan dan keluarga yang tinggal di lingkungan PHR dalam hal menjaga kebersihan dan lingkungan dan mengurangi sampah.
Menurutnya, upaya pengurangan sampah di PHR WK Rokan yaitu yang pertama dengan mengurangi timbulan sampah atau yang disebut biasanya reduce, yaitu mengurangi menggunakan kantong plastik, kemasan strerofoam atau botol plastik yang berada di fasilitas PHR.
Kemudian yang kedua adalah recycle atau untuk mengurangi timbulan sampah plastik dengan menggunakan tumbler untuk minum yang dibawa dari rumah atau menggunakan gelas yang sudah disediakan di kantor.
“Selain itu kita juga terus berupaya mensosialisasikan kebiasaan budaya memilah sampah saat melakukan pembuangan sampah. Sampah non organik dibuang di tempat sampah khusus non organik dan sampah organik dibuang di tempeh sampah khusus organik. Hal ini sangat penting dilakukan agar proses pengolahan sampah di sanitary landfill nantinya bisa lebih cepat dan mudah,” ujarnya.
Upaya pengurangan timbulan sampah, menurut Niko, penting terus dilakukan agar jumlah sampah yang harus ditimbun di lokasi sanitary landfill dapat dikurangi sehingga memperlambat penuhnya lahan penimbunan.
“Pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill ini proses dan tahapannya tidak mudah, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi kalau lokasi sanitary landfill cepat penuh, tentu kita harus mencari lagi lokasi baru, harus membangun infrastrukur baru lagi dan harus mengurus perizinan baru lagi. Alangkah lebih baiknya kalau kita dapat memperlambatnya dengan mengubah perilaku sehari-hari yang dapat mengurangi timbulan sampah,” tutupnya.***
Berita Lainnya +INDEKS
Dijenguk Wabub Nasarudin, Begini Kondisi Kadis KPTPH
PELALAWAN, Riautribune.com -Kondisi kesehatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan H.
Satu Satunya di Riau dan Kepri, Unilak Buka Penerimaan Mahasiswa Baru Magister Ilmu Komputer
PEKANBARU, Riautribune. com - Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Komputer Sekolah P.
Wabup Nasarudin : Jika TPP Tak Dibayarkan Pekan Ini, Saya Yang Segel BPKAD
PELALAWAN, Riautribune.com -Wakil Bupati Pelalawan meminta Sekretaris Dareah dan Badan Pengelolaa.
Tim ISO gelar Turnamen E-sport Mobile Legend, Ratusan Orang Peserta Antusias Berkompetisi
SIAK, Riautribune.com - Tim Irving -Sugianto (ISO) menggelar turnamen e sport mobile legend di la.
Pasangan Balon Walikota Edy Nasution-Dastrayani Bibra telah Melengkapi Persyaratan
PEKANBARU- Riautribune. com - Pasangan Balon (bakal calon) Walikota Pekanbaru Brigjend TNI (Pur) .
Ingin UMKM Dumai Naik Kelas, Eddy Yatim Siapkan Program Khusus Pemberdayaan UMKM
DUMAI, Riautribune.com - Bakal Calon Wali Kota Dumai, Eddy A Mohd Yatim te.