pilihan +INDEKS
Berkunjung Ke LAMR, Wamen ATR/BPN Siap Berkolaborasi Untuk Masyarakat Adat

PEKANBARU, Riautribune.com - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Raja Juli Antoni, Ph.D., mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dengan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di Riau.
Hal ini tidak saja berkaitan dengan posisinya di kabinet sekarang, tetapi juga panggilan nurani sebagai anak jati Melayu Riau.
Hal itu dikatakan Wamen Juli ketika berkunjung ke balai LAMR, Jln. Diponegoro, Pekanbaru, Jumat petang (17/11). Dia berada di Riau untuk sebuah acara non-penerintah, kemudian menyediakan waktu untuk mengunjungi LAMR.
Wamen Juli disambut belasan pengurus LAMR baik dari Majelis Kerapatan Adat (MKA) maupun Dewan Pimpinan Harian (DPH) dan Dewan Kehormatan Adat (DKA). Di antaranya adalah Datuk Seri H. Raja Marjohan Yusuf, Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, Datuk Raja Yoserizal Zen, Datuk Rustam Efendi, Datuk Syaukani, Datuk Alang Rizal, Datuk Said Amir Hamzah, Datuk Tarlaili, Datuk Firdaus, Datuk Junaidi Dasa, Datuk Firman Edi, Datuk Fadli, Datuk T. Heryanto, dan Datuk Herman Budoyo.
Datuk Seri Taufik yang membuka pertemuan mengatakan, beberapa hari ini nama Wamen Juli Antoni memang selalu disebut di LAMR. Hal ini seiringan dengan kegiatan Temu Gagas Masyarakat Hukum Adat (MHA) se-Riau. Kegiatan ini melahirkan beberapa tuntutan lintas sektoral yang sepatutnya disampaikan kepada Presiden. "LAMR berharap Tuan Wamen dapat menjembatani penyampaian tuntutan ini, " kata Datuk Seri Taufik.
Wamen Juli tidak berkeberatan memenuhi keinginan menyampaikan tuntutan itu. Apalagi isi tuntutan tersebut yang dilihatnya sekilas tidak menabrak ketentuan yang ada. Sedangkan hal ihwal yang berkaitan dengan agraria, akan menjadi perhatiannya secara khusus tanpa mengurangi perhatiannya terhadap persoalan serupa di berbagai daerah lain di Tanah Air.
"Dengan menyisihkan kepentingan pribadi, kita bisa berkolaborasi untuk kepentingan masyarakat secara lebih luas, ' kata mantan Direktur Eksekutif MAARIF Institute dan Direktur Eksekutif The Indonesian Institute for Public Policy (TII).
Wamen Juli mengatakan, tentu apa yang hendak dikolaborasi dengan LAMR dan MHA se-Riau tidak semudah membalik tangan. Beberapa kendala dapat terbaca jelas, misalnya bagaimana ego sektoral masih melekat dalam birokrasi.
Sebaliknya, alumni The University of Bradford, United Kingdom dan University of Queensland, Australia, ini mengatakan, kendala dapat diatasi justru dengan prinsip kolaborasi itu sendiri yakni, menyadari posisi masing-masing. Artinya, para pihak bekerja menurut alur yang ada pada dirinya yang bersama-sama dengan pihak lain membangun kebersamaan untuk mencapai kebaikan bersama pula
Sebagai informasi, 13-14 November lalu, LAMR melaksanakan Temu Gagas Masyrakat Hukum Adat. Ada enan keputusan yang harus diperjuangkan di antaranya mendesak Kementerian ATR/ BPN untuk memberikan sanksi pencabutan dan atau tidak memperpanjang HGU atau izin bagi perusahaan yang tidak melaksanakan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20 persen dari jumlah HGU dan izin pengelolaan sebagaimana diatur dalam pasal 50 UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2021 Tentang Penyelanggaran Bidang Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar.
Selanjutnya mendesak Kementerian LHK untuk dapat memberikan hak masyarakat adat sebanyak 30 persen dari total 1,2 juta kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan pada program pengampunan atau keterlanjuran. Selain itu meminta pemerintah untuk membentuk desa adat dan kepada pemerintah kabupaten kota se-Riau agar membentuk perda tentang desa adat dan membentuk tim verifikasi mengenai masyarakat, hukum adat di daerah masing-masing.
Poin berikutnya mendesak pemerintah melakukan pengukuran ulang luas HGU dan HTI yang dikelola oleh perusahaan serta membuka informasi mengenai data masa berlaku HGU perkebunan sawit dan HTI di Riau kepada publik. Kepolisian RI, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung diminta mengutamakan pendekatan restoratif justice dalam penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat adat Riau sebagai jaminan peraturan hidup sesuai adat istiadat sendiri berdasarkan pada kearifan lokal masyarakat hukum adat.
Di samping itu, mendesak pemerintah untuk mengesahkan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat menjadi Undang-Undang.***
Berita Lainnya +INDEKS
Jenazah Ilham Nanda Teridentifikasi, Total 4 Warga Riau Meninggal Dunia, 3 Masih Dirawat
PEKANBARU, Riautribune.com - Jenazah Ilham Nanda Bintang (21) akhirnya terindentifikasi oleh ruma.
Pemkab Gesa Pembangunan Astaka MTQ Rohil 2023, Ada Pameran dan Bazar
BAGANSIAPIAPI, Riautribune.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil tengah mengesa pembang.
Ketua Komis I DPRD Riau: Pengusulan PJ Gubernur Berpotensi Cacat Prosedur
PEKANBARU, Riautribune.com --Sesuai surat Mendagri No 100.2.1.3/6606/SJ perihal permintaan nama c.
Desa Tanjung Punak Binaan PHR Raih Juara I Apresiasi Desa Wisata Riau
PEKANBARU, Riautribune.com – Desa Tanjung Punak, Kecamatan Rupat Utara, Bengkalis yang merupaka.
Isak Tangis Warnai Pemakaman M Wilky, Korban Erupsi Marapi Asal Pekanbaru
PEKANBARU, Riautribune.com - Prosesi pemakaman M Wilky (20), korban erupsi Gunung Marapi diiringi.
Tim Gabungan Amankan 123 Kendaraan di Tembilahan
PEKANBARU, Riautribune.com - Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pajak .