pilihan +INDEKS
Omnibus Law Kesehatan akan Cabut Sembilan UU
JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.
Dalam poin ke-14 yang dibacakan Wakil Ketua Baleg M Nurdin, RUU Omnibus Kesehatan akan mencabut sebanyak sembilan undang-undang di bidang kesehatan. Otomatis, sembilan undang-undang tersebut tak berlaku saat RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
"(Poin) 14, ketentuan penutup yang menyatakan bahwa saat undang-undang ini mulai berlaku, sembilan undang-undang dalam bidang kesehatan dinyatakan dicabut atau tidak berlaku," ujar Nurdin dalam rapat pleno Baleg, Selasa (7/2/2023) malam.
RUU Omnibus Kesehatan diklaim hadir dalam rangka menjamin hak warga negara untuk mewujudkan kehidupan yang baik dan sehat sejahtera lahir dan batin. Sebab, pembangunan kesehatan masyarakat didasarkan pada tiga pilar, yakni paradigma sehat, pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional.
"Untuk itu diperlukan pengaturan RUU tentang Kesehatan dengan metode omnibus law yang menjadikan transformasi sektor kesehatan dari hulu hingga hilir dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya," ujar Nurdin.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto menolak pembahasan RUU Kesehatan. Sebab, revisi undang-undang tersebut menghadirkan kemungkinan pemecah-belahan organisasi profesi kesehatan.
RUU Kesehatan sendiri akan menggunakan mekanisme omnibus law atau menggabungkan undang-undang lainnya. Sejumlah undang-undang yang disebut akan digabungkan adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
"Ada indikasi dipecah-belahnya kami organisasi profesi, bahwa kami di kedokteran hanya satu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), PPNI hanya satu, Persatuan Perawat Nasional, IAI juga sama, IPI juga sama, ada klausul yang dimungkinkan memecah-belah," ujar Slamet di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Selanjutnya adalah permasalahan adanya aturan terkait izin praktik. Ia menjelaskan bahwa lewat revisi UU Kesehatan, pencapaian kompetensi ditentukan oleh Menteri Kesehatan dan pemerintah daerah, padahal seharusnya itu adalah ranah organisasi profesi.
"Intinya bahwa undang-undang ini tujuannya tadi katakan filosofinya baik, tapi tidak harus mencabut undang-undang profesi. Ada masalah pasal, salah sedikit itu perlu diperbaiki, tapi tidak mencabut," ujar Slamet.
Berita Lainnya +INDEKS
Gelas Kertas Ramah Lingkungan dari Indonesia Dukung Ajang Lari Internasional Bergengsi The RunCzech
JAKARTA, Riautribune.com - Dalam upaya mendukung pengurangan sampah plastik baik secara nasional .
Dubes Iran Terima Kunjungan Pengurus JMSI Pusat
JAKARTA, Riautribune.com - Duta Besar (Dubes) Republik Islam Iran, Mohammad Boroujerdi menerima k.
HUT Ke-4 JMSI akan Berikan Penghargaan untuk Sejumlah Tokoh Nasional dan Daerah
JAKARTA, Riautribune.com — Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) akan memberikan penghargaan un.
MoU PWI Pusat- Universitas Mercu Buana Meningkatkan Literasi Digital dan Memerangi Hoax
JAKARTA, Riautribune.com - PWI Pusat dan Universitas Mercu Buana sepakat menjalin kerja.
KSP Sebut Pencabutan Label Halal Produk Perusahaan Pendukung Israel Tak Punya Dasar Hukum
JAKARTA, Riautribune.com - Kantor Staf Presiden (KSP) Joko Widodo merespons pernyataan Maje.
Merasa Bingung Soal Keputusan MK, Saldi Isra Malah Dilaporkan ke Majelis Kehormatan
JAKARTA, Riautribune.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dilaporkan ke Majelis .