Gubernur Bali Minta Status Gunung Agung Turun, PVMBG: Tunggu

Jumat, 20 Oktober 2017

BANDUNG - riautribune : Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kasbani mengatakan, aktivitas gunung agung Bali masih fluktuatif. “Kita melihat berdasarkan data dari gunung itu sendiri. Kalau memang aktivitasnya menurun, akan kita turunkan (statusnya), tapi kalau belum, kita harus menunggu,” kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis, 19 Oktober 2017.

Kasbani mengatakan, status aktivitas gunung api diputuskan dari data yang dihasilkan gunung tersebut. Penurunan status misalnya, kata dia, baru dilakukan jika tren kegempaannya terus menurun. “Ini fluktuatif, kalau (aktivitas kegempaan) turun, mendadak balik lagi meningkat. Kalau dulu sebelum statusnya ditetapkan waspada (Level II), gempa vulkanik sangat jarang, bisa dihitung dengan jari,” kata dia.


Aktivitas gempa vulkanik yang dihasilkan Gunung Agung terus naik sejak statusnya dinaikkan menjadi waspada pada 14 September 2017. “Saat statusnya waspada, gempa vulkaniknya puluhan. Saat siaga naik jadi ratusan. Sekarang awas bisa di atas 500 kali (sehari) sampai seribuan,” kata Kasbani.

Kasbani mengatakan, dalam 12 jam pada Kamis, 19 Oktober 2017, gempa vulkanik sudah tercatat lebih dari 500 kali. Dua hari sebelumnya selama 24 jam itu antara 800 kali sampai 900 kali dalam sehari. “Dua hari terakhir ini agak tinggi. Kalau tiga hari sebelumnya sekitar 600-700 kali, tapi sebelumnya bisa sampai seribuan kali sehari,” kata dia.

 

Data lain yang menguatkan status Gunung Agung tetap dipertahankan awas adalah deformasi atau perubahan tubuh gunung tersebut. Data deformasi atau perubahan tubuh gunung dipantau dengan piranti GPS. “Data deformasi dari data GPS masih menunjukkan terjadi inflasi (penggelembungan). Trennya masih naik,” kata Kasbani.

Kasbani mengatakan, dari pemantauan visual menunjukkan Gunung Agung mengeluarkan embusan uap sampai ketinggian 500 meter. “Beberapa hari ini, sering sekali, antara 100-300-500 meter,” kata dia.

Beberapa hari terakhir peralatan milik PVMBG mendapati gempa tremor non-harmonik. “Gempa tremor non-harmonik itu menunjukkan pergerakan fluida ke atas. Tapi sebagian sudah diembuskan, sudah keluar sebagai embusan-embusan asap yang mengandung uap air,” kata Kasbani.

Kasbani mengatakan, lembaganya memantau setiap saat aktivitas Gunung Agung. “Kita tunggu saja perkembanganya, kita memantau setiap saat. Kita melihat setiap saat perkembangannya seperti apa. Status itu bukan dari kami, tapi gunung itu sendiri yang memberikan data,” kata dia.

Dalam Laporan Kebencanaan Geologi yang dirilis PVMBG di situsnya vsi.esdm.go.id pada 19 Oktober 2017 mengenai Gunung Agung menyebutkan aktivitas kegempaan Gunung Agung yang memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut masih tetap tinggi dan fluktuatif pasca-dinaikkan status aktivitasnya menjadi level IV (awas).

Pengamatan visual Gunung Agung mendapati asap putih tebal dengan tekanan lemah mencapai ketinggian sekitar 300-500 meter di atas puncak. Asap tertinggi sekitar 1.500 meter terjadi pada 7 Oktober 2017 pukul 20.30 Wita.

Seismograf mencatat pada 18 Oktober 2017 terjadi 4 kali gempa tremor non-harmonik, 266 kali gempa vulknaik dangkal, 676 kali gempa vulkanik dalam, 102 kali gempa tektonik lokal, dan 4 kali gempa terasa MMI I-II. Hari ini, 19 Oktober antara 00.00-06.00 Wita terekam 1 kali gempa tremonr non-harmonik, 59 kali gempa vulkanik dangkal, 243 kali gempa vulkanik dalam, 50 kali gempa tektonik lokal, dan 1 kali gempa terasa MMI I-II.

Aktivitas Gunung Agung yang berstatus awas telah berlangsung tiga pekan. Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap status Gunung Agung bisa diturunkan dalam waktu dekat. "Kalau ini (status awas) sebulan, dampaknya panjang," ujarnya di sela acara International Search and Rescue Advisory Group Leader Meeting di Padma Resort, Legian, Bali, Rabu, 18 Oktober 2107.

Menurut Pastika, sejumlah persoalan yang mesti dihadapi sebagai konsekuensi status awas Gunung Agung antara lain pemenuhan kebutuhan logistik pengungsi. "Satu hari harus menyiapkan 50 ton beras," kata dia. Jumlah tersebut cukup memberatkan pemerintah Bali, karena persediaan logistik beras di daerah itu terbatas.

Cadangan beras di setiap kabupaten hanya 100 ton. Adapun cadangan di tingkat provinsi sekitar 200 ton. Menurut Pastika, saat ini persediaan logistik bagi pengungsi masih tercukupi karena adanya bantuan dari masyarakat. "Tapi, apabila ini sudah habis, mau tidak mau kami harus minta ke pusat," ujarnya.

Persoalan lainnya adalah mandeknya sejumlah proyek pemerintah. "Ini tahun anggaran sudah mau habis, bagaimana status anggarannya?" tutur Pastika. Menurut dia, pengelolaan dana proyek pemerintah bukanlah perkara sepele. "Ada peraturan-peraturan. Misalnya kalau sampai akhir tidak selesai, berarti ada penalti, duitnya harus kembali ke kas negara."

Ia menjelaskan, kelanjutan proyek pemerintah itu hanya bisa diupayakan tahun depan dengan mengandalkan anggaran perubahan. Anggaran induk, kata dia, dianggap tidak bisa diandalkan. "Sudah disetop di sini, mangkraklah bangunan (proyek pemerintahan) ini sampai akhir tahun depan. Dari segi pemerintahan, ini runyam," ujarnya. "Belum masalah ekonomi yang macet."

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menetapkan status awas atau level IV untuk Gunung Agung pada 22 September lalu. Jumlah pengungsi hingga kemarin mencapai 136.332 jiwa.(tmpo)