Demokrat: Memalukan, Hatta Ali Harus Mundur

Rabu, 11 Oktober 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : Banyaknya hakim yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat kasus korupsi berakibat pada goyangnya kursi Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali. Desakan agar Hatta mundur pun menguat. Tidak hanya dari kalangan internal, desakan serupa juga datang dari para politisi Senayan.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak Hatta Ali yang dilantikan menjadi ketua MA pada 1 Maret 2012 hingga Oktober 2017, sudah ada 25 hakim dan aparat peradilan diduga terlibat korupsi dan jual beli perkara.

Yang teranyar, Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara (Sulut) Sudiwardono terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat tengah malam, pekan kemarin, karena diduga menerima suap dari politisi Golkar Aditya Anugrah Moha sebesar 64.000 dolar Singapura untuk mengamankan putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa Kabupaten Bolaang Mongondow‎.

Atas kasus ini, Hakim Agung Gayus Lumbuun meminta Hatta Ali mundur demi mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada dunia peradilan. Kini, desakan yang sama disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

"Menurut saya, kasus-kasus hakim tertangkap tangan menerima suap ini harus dijadikan bahan refleksi dan koreksi atas kepemimpinan MA di bawah Hatta Ali. Bahwa, kepemimpinan Hatta Ali gagal melakukan dan membangun birokrasi peradilan yang bebas korupsi,” kata Benny K Harman, Selasa (10/10).

Menurut politisi Demokrat ini, hakim tertangkap tangan menerima suap adalah tindakan yang sangat memalukan bagi peradilan. Apalagi yang ditangkap kali ini adalah ketua Pengadilan Tinggi, yang seharusnya membimbing para hakim di bawahnya. Bagi Benny, kasus tersebut menunjukkan kegagalan reformasi aparat penegak hukum di tubuh MA. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Hatta Ali mesti meletakkan jabatannya.

"Kalau saya ketua MA, pasti mundur. (Ketua Pengadilan Tinggi menerima suap) memalukan itu. Ini kan sudah berulang-ulang. Saya kira ini merupakan tamparan keras bagi MA. Kasus ini harus jadi momentum bagi para Hakim Agung untuk koreksi ke dalam,” tegas dia.(rmol)