Fahri Tuding KPK Ditunggangi Asing

Selasa, 10 Oktober 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merilis hasil penelitian dan memberikan predikat "best practised" untuk lembaga antikorupsi Indonesia yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasil penelitian itu dirilis di Jakarta, Senin kemarin (9/10). Namun bagi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah justru melihat sisi lain dari predikat yang diberikan badan dunia tersebut. Lewat akun twitternya @Fahrihamzah melihat predikat itu sebagai sebuah tanda bahwa KPK dilanda bahaya.

"Orang tidak tahu bahwa ini adalah misi untuk lobi internasional. Mental minder akan bahagia gitu saja," sindir Fahri, Selasa (10/10).

Komisi antirasuah yang dipimpin Agus Rahardjo menurutnya telah ditunggangi oleh kepentingan asing. Fahri mengingatkan kembali kalau KPK dibuat dengan bantuan donor asing.

"Buat kami aneh, kok bisa ada lembaga negara yang superior (KPK) atas lembaga lain tapi bantuan asingnya banyak sekali," katanya seraya menyebutkan fakta bahwa lembaga negara yang paling kuat hubungannya dengan #BantuanAsingKPK adalah KPK dan tim horenya.

Karena itu, dia meyakini kalau negara-negara besar, menginginkan timbal balik dari bantuan yang diberikan  berupa jaminan untuk pengusaha mereka yang beroperasi di Indonesia.

Asuransi timbal balik, tambah Fahri adalah jaminan keamanan perusahaan asing untuk mengambil sumberdaya alam; emas, minyak, batubara dan lain-lain.

"Hutang budi kepada lembaga-lembaga penerima bantuan asing ini akhirnya pasti akan ditagih. Jangan ganggu tuanmu!" tulisnya lagi.

Tetapi, Fahri melanjutkan jika KPK dibubarkan maka asuransi timbal balik akan dihentikan. Maka jaminan keamanan pengusaha asing tidak ada.

"Itulah tujuan negara-negara besar di Indonesia. Jaminan keamanan ketika hasil bumi dan kekayaan alam disedot habis," katanya.

Memang, diakui Fahri kalau orang tidak akan mudah percaya, tapi betapa banyak kasus korupsi di sektor sumber daya alam yang libatkan asing berhenti.

"Anda ingat kasus Gayus? Bagaimana perusahaan asing menilap pajak sudah ada daftarnya. Hilang begitu saja," sergahya.

Terkait predikat "best practised" untuk KPK dari PBB, kata Fahri. "Saya baca beritanya siapa yang memuji KPK tapi pimpinan KPK telah memuji dirinya sendiri. Bahkan tidak ada berita siapa saja nama pejabat UNODC yang datang ke gedung KPK itu. Tapi Laode hepi luar biasa".

Sebelumnya, dalam jumpa pers bersama antara KPK dan UNCAC, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan, kelembagaan KPK itu oleh review-nya dianggap "best practices" di dunia.

"Jadi yang diubah jangan Undang-Undang KPK, tapi Undang-Undang Tipikornya. Jadi mana yang gatal, mana yang digaruk, ini beda," kata Laode di Hotel Four Points, Jakarta, kemarin.

Laode menyinggung soal langkah pemerintah dan DPR yang beberapa kali mencoba merevisi UU 30/2002 tentang KPK. Upaya revisi beberapa kali mencuat, namun akhirnya batal karena mendapat penolakan publik.

"Kalau internasional memuji kita "best practices", itu lembaga KPK-nya. Tapi yang mau diubah (undang-undang) KPK-nya malah. Itu yang salah menurut saya," ujar Laode.

Di sisi lain, Laode menyebut adanya sejumlah rekomendasi yang disampaikan UNCAC untuk memperbaiki sistem pemberantasan korupsi di Indonesia. Rekomendasi itu antara lain yakni perbaikan UU Tipikor, KUHP dan KUHAP. Namun, rekomendasi ini justru tidak dijalankan oleh pemerintah dan DPR.

"Draf-nya sudah ada di DPR. Cuma enggak masuk prolegnas. Jadi itu enggak dijadikan prioritas, padahal itu seharusnya prioritas," kata Laode.(rmol)