DPR Minta Polemik Impor Senjata Dituntaskan

Selasa, 03 Oktober 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera menyelesaikan polemik impor senjata standar militer oleh Korps Brigade Mobil, Kepolisian RI. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan diminta menjelaskan kepada publik tentang status 280 pucuk senjata pelontar granat berikut amunisinya yang hingga kemarin masih tertahan di gudang UNEX, area kargo Bandara Soekarno-Hatta, itu.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan permasalahan di internal, terutama antara TNI dan Polri, berpotensi melebar bila persoalan ini tak segera dituntaskan. “Kami akan memanggil seluruh instansi terkait untuk mendapatkan penjelasan secara menyeluruh pada pekan depan,” kata Agus kepada Tempo, kemarin.

Dua pekan terakhir, publik dihebohkan oleh pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ihwal adanya institusi nonmiliter yang berencana membeli 5.000 pucuk senjata. Semula, pemerintah, lewat Menko Polhukam Wiranto, mengklarifikasi bahwa yang dimaksudkan adalah pengadaan 500 pucuk senjata latih oleh Badan Intelijen Negara (BIN).

Namun, Jumat lalu, polemik soal senjata kembali mencuat setelah beredar kabar kedatangan pesawat Ukraina Air Alliance UKL 4024 yang memuat ratusan pucuk pelontar granat berikut ribuan butir amunisinya di terminal kargo Bandara Soekarno-Hatta. Polri membenarkan bahwa itu adalah barang pesanan mereka yang hingga kini belum dapat diambil lantaran belum memperoleh izin dari Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.

Pengadaan senjata standar militer itu juga dikaitkan dengan pernyataan Gatot dua pekan lalu. “Polisi tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank, bisa menembak pesawat, dan menembak kapal. Saya serbu kalau ada,” ujar dia saat itu. Hingga kemarin, Gatot enggan berkomentar apakah pengadaan senjata Polri tersebut yang dimaksudkan dalam pernyataannya.

Ketua Komisi Pertahanan DPR, Abdul Kharis Almasyhari, mempertanyakan niat Polri membeli senjata standar militer. “Sebaiknya tidak perlu karena polisi mengayomi masyarakat, bukan memburu,” katanya.

Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani mengatakan penggunaan senjata militer untuk kepolisian atau lembaga lain harus diputuskan bersama oleh jajaran kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Polhukam. “Jelas, sesuai dengan aturan, harus koordinasi,” katanya. Komisi Hukum berencana memanggil Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian pada pekan depan.

Pemerintah belum mau banyak bicara mengenai impor senjata oleh Polri tersebut. Tapi, kemarin, Presiden Joko Widodo meminta agar permasalahan antarlembaga diselesaikan secara kondusif dan tidak gaduh. “Jangan melakukan hal-hal yang menimbulkan kontroversi,” kata Jokowi saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara yang dihadiri Tito dan Gatot.

Seusai sidang kabinet, tak satu pun bersedia berkomentar. Begitu pula Wiranto. Dia hanya mengungkapkan akan menggelar rapat untuk membicarakan nasib impor senjata Polri. Rencananya, rapat tak hanya diikuti oleh Tito dan Gatot, tapi juga perwakilan Kementerian Pertahanan, PT Pindad, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.(mrdk)