Disebut Dapat Opini WTP agar Bisa Amandemen, MPR: Aneh

Kamis, 28 September 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : Anggota auditor BPK Eddy Moelyadi menyebut MPR diberikan penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) agar bisa amandemen. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai pernyataan tersebut aneh.

Menurut Hidayat, antara amandemen dan status keuangan MPR tak memiliki kaitan. Dia mengatakan amandemen yang dilakukan oleh MPR didasari pada Undang-undang Dasar 1945.

"Saya harus sampaikan, bahwa saya tidak tahu tentang hal ini karena saya tidak mengurus soal keuangan MPR. Tapi, saya sampaikan itu agak aneh. Karena tidak sesuai dengan prosedur tentang amandemen UUD. Amanademen UUD itu tak ada kaitannya dengan status Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian atau apapun," kata Hidayat kepada detikcom, Rabu (27/9/2017) malam.

Amandemen yang dilakukan MPR diatur dalam Pasal 37 ayat 1, 2, 3, dan 4. Dia mengaku sangsi dengan pernyataan Eddy tersebut. "Itulah aturan UUD terkait amandemen. Maka tidak ada hubungannya dengan status keuangan MPR apakah WTP ataupun yang lainnya," ujarnya.

"Jadi saya agak sangsi dengan pernyataan tersebut. Setelah itu, sekali lagi, saya tak ada hubungan dengan keuangan di MPR. Tapi kalau hubungannya status WTP dikaitkan hubungannya dengan amandemen itu tidak nyambung karena tidak ada ketentuan perundang-undangan bahwa amandemen itu disyaratkan dengan MPR memiliki kualifikasi WTP," sambung politikus PKS ini.

Hidayat mengatakan, MPR mengikuti aturan yang ada di BPK terkait audit keuangan yang dilakukan. Dia menegaskan kedua hal tersebut tak memiliki kaitannya.

"Kita mengikuti aturan yang ada di BPK terkait dengan auditing keuangan MPR. Jadi sekali lagi, BPK bekerja dengan aturan UU. Dan kami bekerja sesuai dengan UUD. Dan masing-masingnya clear," ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, auditor VII BPK Eddy Moelyadi menyebut MPR diberi penilaian opini WTP agar bisa amendemen. Selain MPR, dia menyebut opini WTP diberikan kepada DPR agar pimpinan DPR tak marah.

Eddy dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.

"Saya meminta untuk DPR dan MPR untuk WTP agar bisa amendemen," kata jaksa membacakan berita acara pemeriksaan Eddy dalam sidang perkara suap opini WTP Kemendes di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).(dtk)