BPOM Mengeluh Tak Punya Akses Mengawasi Produksi Obat

Selasa, 19 September 2017

illustrasi Internet

JAKARTA - riautribune : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito mengeluhkan soal lembaganya tidak punya kewenangan mengakses data dan informasi produksi, sehingga BPOM tidak dapat mengawasi keluar-masuknya obat-obat terlarang secara optimal.

“Tanpa data dan informasi, BPOM tidak bergigi,” katanya kepada media di Gedung C BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, pada Senin, 18 September 2017.

BPOM, ujar dia, membutuhkan otoritas lebih besar untuk memperkuat pengawasan, mulai masuknya bahan baku, proses produksi, hingga distribusi produk kepada masyarakat. Menurut dia, personel penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPOM, ucap dia, seharusnya diberi kewenangan lebih leluasa untuk bertindak. “PPNS kami juga seharusnya memiliki kewenangan menyita, menggerebek, dan menangkap.”

Menurut Penny, produksi obat-obatan ilegal dan tidak mempunyai standar bisa saja diproduksi di rumah. Dua pabrik produksi obat terlarang di Balaraja, Tangerang, misalnya, berada di kawasan pergudangan. “Tapi penyebarannya ke seluruh Indonesia.”


Penny juga memastikan paracetamol, caffeine, dan carisoprodol atau PCC yang membuat sekitar seratus orang kejang-kejang dan berhalusinasi di Kendari, Sulawesi Tenggara, diproduksi di dalam negeri. Untuk itu, ujar dia, BPOM memerlukan kewenangan lebih dan sedang menunggu pemerintah mengesahkan undang-undang yang dapat menambah kewenangan BPOM.(tmpo)