Komisi II: Kita Jangan Ikut Campur Urusan Dalam Keraton Yogyakarta

Rabu, 06 September 2017

JAKARTA - riautribune :  Komisi II DPR berharap pemerintah dan seluruh anggota Dewan tidak ikut campur persoalan internal Kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta. Demikian ditegaskan pimpinan Komisi II dari Fraksi PKB, Lukman Edy, dalam diskusi bersama wartawan di Media Center DPR, Jakarta, Selasa (5/9).

Pernyataan tersebut disampaikan Edy setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi UU 13/2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (KDIY).

"DPR menginginkan ini terkanalisasi, kita tidak boleh terlalu banyak ikut campur tangan terhadap internal keraton karena UU ini hanya membuat garis bahwa Sri Sultan otomatis menjadi gubernur," jelasnya Lukman mengingatkan bahwa konstitusi menjamin segala norma di masyarakat yang sudah menjadi budaya dan menjadi kesepakatan komunal.

Termasuk juga soal mekanisme pemilihan siapa Sultan berikutnya dan apakah harus pria atau boleh perempuan. Semua urusan terkait itu adalah hak mutlak Kesultanan.

"Proses (pemilihan sultan)  itu di luar kewenangan konstitusi kita karena berkenaan dengan aturan internal kraton," tekan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Sebelumnya, Lukman sudah lebih dulu memuji keputusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi terhadap UU 13/2012 tentang Keistimewaan (UUK) DI Yogyakarta, pada pekan lalu.

Putusan bernomor 88/PUU-XIV/2016 itu telah dipublikasikan MK lewat halaman websitenya. MK dalam amar putusannya menyatakan, frasa yang memuat, antara lain riwayat pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak dalam pasal 18 ayat 1 huruf m UU 13/2012 itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut: "Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak".

Lukman Edy menyebut keputusan itu mencerminkan bahwa segala peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan tidak boleh ada di Indonesia.(rmol)