Ganjar: Borobudur Mau Dikepung Mau Apa Coba?

Selasa, 05 September 2017

SEMARANG -- riautribune : Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo meminta semua pihak agar tidak menyamaratakan sikap umat Budha di Indonesia. Termasuk, umat Budha yang ada di Provinsi Jateng, kata Ganjar, jangan disamakan dengan yang ada di Myanmar.

"Beberapa hari lalu saya sudah berkomunikasi dengan umat Budha, mereka sangat sepakat sikap umat Budha Indonesia berbeda dengan umat Budha di sana dan itu bagian dari krisis kemanusiaan yang mereka tidak sepakat dengan tindakan-tindakan kekerasan yang menjurus genosida," kata Ganjar saat dihubungi melalui telepon dari Semarang, Selasa (5/9).

Terkait dengan adanya rencana aksi bela Rohingya di sekitar kawasan Candi Borobudur pada Jumat (8/9), Ganjar berharap hal itu tidak jadi dilaksanakan. Politikus PDI Perjuangan itu meminta pihak-pihak yang terlibat dalam rencana aksi bela Rohingya tersebut untuk menyampaikan aspirasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menjadi polemik baru.

"Kami siap menyalurkan aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat atau kedutaan. Borobudur mau dikepung mau apa coba? Wong umat Budha saja mau berkomunikasi," ujarnya.

Menurut Ganjar, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan tindakan nyata dalam membela umat Muslim Rohingya di negara Myanmar. "Pemerintah secara nasional sudah turun, Menlu bertemu Suu Kyi, pemerintah berikan bantuan logistik kesehatan dan obat-obatan. Itu menurut saya sudah aksi nyata, apa ada negara yang lebih seperti itu dibanding Indonesia?" katanya.

Pemerintah Indonesia, kata Ganjar, sangat progresif dalam upayanya menghentikan aksi kekerasan yang dialami Muslim Rohingya. "Saya harapkan jangan sampai nantinya ada isu baru berbau suku, agama, ras, dan antargolongan yang ada di sini. Bahwa kita mengutuk, iya, bahwa kita ingin berikan bantuan secara proaktif, iya. Bahkan diplomasi antarnegara sudah dilakukan, tidak ada yang tidak kita lakukan," ujarnya.

Secara khusus, Ganjar berharap apa yang dialami oleh Muslim Rohingya di Myanmar, tidak menjadi isu suku, agama, ras, dan antargolongan yang berkembang di Provinsi Jateng. "Kalau saya tidak peringatkan itu dan ada penumpang gelap yang memprovokasi, (dampaknya bisa) mengerikan itu. Kita belajar dari pengalaman," katanya.(rep)