Ancaman Mendagri Penghinaan Terhadap DPR Dan Rakyat

Jumat, 16 Juni 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : Pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu masih alot. Ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold menjadi salah satu topik krusial menyebabkan RUU belum rampung.

Sebagian fraksi di DPR seperti Fraksi Demokrat menginginkan presidential threshold dihapuskan atau 0 persen, dan sebagian lain menemukan titik kesepakatan di angka 10 persen kursi DPR atau 15 persen suara sah nasional.

Namun, Pemerintah bersama Fraksi PDIP, Golkar dan Nasdem mengingankan presidential threshold tetap pada usulan pertama, yakni 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, jika DPR tidak mengakomodasi keinginan pemerintah presidential threshold sebesar 20-25 persen, maka pemerintah dengan berat hati akan menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu. Dia menuturkan nantinya Pemilu 2019 akan menggunakan UU Pemilu yang lama, di mana presidential threshold juga 20-25 persen.

Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Girindra Sandino mengatakan pernyataan Pemerintah dalam hal ini Mendagri sudah merupakan penghinaan terhadap DPR dan rakyat, karena pemerintah telah melakukan pemaksaan kehendak tanpa menghiraukan pendapat yang lain.

"Dan dapat juga disebut sebagai pernyataan 'otoriter' karena memaksakan dan menyeragamkan keinginan. Serta, ini sama saja dengan 'pemerkosaan terhadap demokrasi'," ujar Girindra, Jumat (16/6).

Pihaknya menuntut agar Mendagri menarik kembali ancamannya, karena akan membuat malu Presiden Joko Widodo dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi boomerang politik.

"Dan DPR RI sebagai wakil rakyat terhormat, jangan berdiam diri," pungkas Girindra. RUU Pemilu akan dugunakan pada Pemilu 2019. Pemilu 2019 sendiri akan digelar serentak antara Pileg dan Pilpres.(rmol)