DPR Dukung Penuntasan Transaksi Jual Beli Opini Di BPK

Senin, 29 Mei 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune :  Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait suap dalam pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2016 cukup mengejutkan Komisi XI DPR RI.

Menurut anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno, selama ini pihaknya rajin menanyakan standar ukuran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menyatakan suatu laporan keuangan. Pasalnya, sejumlah lembaga atau institusi pemerintah banyak yang terindikasi melakukan korupsi.

"Kami terkejut juga. Selama ini kalau setiap Komisi XI rapat kerja dengan BPK salah satu yang ditanyakan adalah parameter untuk menyatakan satu laporan itu wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian. Nah karena apa, ternyata daerah-daerah atau kementerian dan lembaga dapat wajar tanpa pengecualian itu memiliki indikasi sangat koruptif," jelasnya saat dihubungi wartawan, Minggu (28/5).

Hendrawan mengatakan, terungkapnya praktik suap pemberian opini kinerja keuangan sebagai kabar gembira agar bisa mengevaluasi sehingga tidak terjadi lagi praktik serupa ke depannya.

"Jadi, apa yang dilakukan hari ini merupakan kabar gembira. Agar apa yang disinyalir sebagai produk-produk transaksional jual beli opini itu benar-benar bisa menjadi transparan dan efisien," tegasnya.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus suap pemberian predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016. Yakni Irjen Kemendes Sugito, pejabat Eselon III Jarot Budi Prabowo, serta dua auditor BPK Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli.

Dalam hal ini, Sugito diduga menyuap Rochmadi Sapto dan Ali Sadli lewat Jarot Budi Prabowo. Total nilai suap yang diberikan sebesar Rp 240 Juta. Suap diberikan untuk memuluskan laporan keuangan Kemendes tahun 2016 dengan memberikan predikat opini WTP.(rmol)