DPR Masih Cari Cara Agar Saksi Parpol Dibayar APBN

Sabtu, 27 Mei 2017

Foto Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu DPR Riza Patria

JAKARTA - riautribune :  Pemerintah sudah dengan tegas menolak membiayai dana saksi parpol di pemilu nanti. Namun, DPR belum nyerah. Pansus RUU Pemilu DPR masih mengutak-atik aturan yang tengah dibahasnya agar saksi parpol nanti bisa dibiayai oleh APBN

Penolakan pemerintah membiayai dana saksi parpol itu itu disampaikan Staf Ahli bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Purwiyanto dalam rapat dengan Pansus RUU Pemilu di DPR, Selasa lalu.

Dalam rapat tersebut, Purwiyanto menjelaskan bahwa dana saksi parpol sebesar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per orang akan sangat membebani keuangan negara. Dari hitungan pemerintah, dana saksi itu bisa menelan anggaran sebesar Rp 20 triliun. Untuk mengawasi pelaksanaan pemilu, pemerintah sudah menyediakan Pengawas Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Sebagai ganti dana saksi parpol itu, pemerintah menawarkan penambahan dana bantuan parpol dari Rp 108 per suara sah menjadi Rp 1.000 per suara sah.

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu DPR Riza Patria menyatakan, dengan penolakan pemerintah itu, pihaknya akan mencari jalan lain agar tetap ada saksi tapi tidak memberatkan parpol. Salah satu caranya dengan mengalihkan dana pengawas yang disediakan pemerintah untuk dana saksi.

“Kemarin, partai-partai bersepakat nanti dicarikan jalan keluar agar dana pengawas bisa untuk menjaga pemilu jujur, adil. Salah satunya menjadikan sebagai saksi,” kata politisi Gerindra kepada wartawan, Jumat (26/5).

Fraksi-fraksi di DPR, kata dia, telah bersepakat agar dalam RUU Pemilu dimasukkan klausul pasal pengaturan saksi untuk parpol. Dalam pasal itu, nantinya diatur agar di setiap TPS ditetapkan saksi peserta pemilu parpol.

"Kalau saksi peserta pemilu, solusinya dana pengawas pemilu di tiap TPS. Beberapa fraksi mengusulkan lima saksi untuk setiap TPS. Saksi ini untuk Pemilu Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Tapi, Pemerintah baru bersepakat kalau satu orang saksi per TPS. Jadi, satu TPS satu pengawas,” ucapnya.

Pihaknya pun mengusahakan agar pemerintah mau menambah sanksi atau pengawas tersebut menjadi lima. Alasannya, satu orang saksi atau pengawas tidak mungkin sanggup mengawasi semua pelaksanaan Pemilu. "Kalau satu untuk semua, rasanya enggak sanggup. Akan berat sekali tugas dia," imbuh Riza.

Dia pun memastikan, dana saksi ini tidak akan membebani keuangan negara. Dari hitung-hitungan yang dilakukan Pansus RUU Pemilu, jika saksi itu diberi honor Rp 150.000 per orang, dana yang dibutuhkan untuk lima saksi per TPS hanya Rp 400 miliar.

"Kemarin, dihitung-hitung, dana yang dibutuhkan Rp 400 miliar untuk lima saksi. Kalau (usulan Pemerintah) satu pengawas sekitar Rp 300 miliar karena honornya Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per orang. Jadi, kenapa tidak lima saksi saja,” katanya.

Dia juga memastikan, dana saksi itu tidak dikelola parpol. Partai tidak akan menerima sepeser pun dana tersebut. Dana tersebut nantinya bisa disalurkan oleh Bawaslu atau lembaga lain ke saksi-saksi di laparangan secara langsung.(rmol)