Video Kampanye Ahok-Djarot Dilaporkan ke KPI

Rabu, 12 April 2017

illustrasi Internet

JAKARTA - riautribune : Ketua Perkumpulan Indo Digital Volunteer Anthony Leong melaporkan iklan kampanye pasangan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Iklan tersebut diduga melanggar hukum penyiaran.

Anthony menyebutkan, laporannya ini sebagai bentuk peringatan kepada tim sukses pasangan nomor urut dua itu agar tidak menayangkan kembali iklan tersebut. “Kami dari perkumpulan Indo Digital Volunteer ingin memberi early warning kepada Tim Ahok-Djarot,” ujar Anthony dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 11 April 2017.

Dalam video berdurasi dua menit itu, kata Anthony, terdapat hal yang kontradiktif dengan kebhinekaan yang diusung Ahok-Djarot. Beberapa visualnya juga menampilkan suasana mencekam sehingga menginterpretasikan bahwa warga Jakarta seolah belum siap menerima keberagaman.

“Kita inginkan demokrasi yang sejuk, kita ingin value dari Pilkada ini diiisi dengan gagasan. Jadi, bukan isu- isu kekerasan, dan SARA seperti yang ada di video tersebut yang ditunjukkan,” ujarnya. "Kami tidak mau mencederai demokrasi dan seluruh elemen bangsa."

Anthony juga melampirkan pemaparannya terkait beberapa adegan yang dianggap tak layak itu dalam laporannya. Di antaranya adegan tindakan kekerasan oleh demonstran terhadap seorang ibu dan anak yang berada di dalam mobil. Kemudian, demonstrasi anticina yang dilakukan oleh orang-orang berpeci dan bersorban dengan spanduk bertuliskan “Ganyang Cina”, dan beberapa cuplikan lain yang menurutnya bisa mengundang kontroversi.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengaku telah menerima laporan yang dilayangkan oleh Perkumpulan Digital Volunteer itu. Ia mengatakan akan membahas laporan tersebut dalam rapat pleno.

Yuliandre mengatakan, iklan berdurasi tiga menit itu berpoteni melanggar penyiaran jika tidak melalui proses editing. Setidaknya, ada delapan indikasi awal pelanggaran yang terdapat dalam iklan tersebut. Namun, Yuliandrie belum bisa menjabarkan delapan pelanggaran tersebut. Sebab, pihaknya masih memonitor iklan yang menjadi viral di media sosial tersebut. "Iklan ini berbeda dengan iklan di media sosial dan media baru. Di media baru viralnya sudah kemana-kemana," ujarnya.(tmpo)