Miryam Disetir Siapa?

Jumat, 31 Maret 2017

Miryam S. Haryani dalam persidangan memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus E-KTP.(internet)

JAKARTA-riautribune: Miryam S. Haryani ngotot tetap pada keterangannya dalam persidangan sebelumnya. Alhasil, kemarin, politikus Hanura itu dihajar habis-habisan di Pengadilan Tipikor. Borok-borok Miryam dibuka semua. Pertanyaannya, siapa yang menyetir Miryam sampai berani mengaku ditekan penyidik KPK dan mencabut BAP-nya?

Sidang lanjutan kasus e-KTP ini dibuka Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar pukul 09.36 WIB. Jaksa KPK Irene Putri langsung menghadirkan Miryam bersama tiga penyidik KPK; Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan M. Irwan Susanto. "Karena konfrontir, ini kita periksa secara bersamaan," ujar Jaksa Irene yang disetujui Hakim Ketua Jhon Halasan.

Awalnya, Novel Cs diminta menjelaskan prosedur pemeriksaan saksi di tingkat penyidikan. Novel panjang lebar menjelaskan. Intinya, dia menyebut, pemeriksaan dibuat senyaman mungkin agar saksi mau memberi keterangan yang sebenar-benarnya.

Miryam empat kali diperiksa dalam proses penyidikan di gedung KPK; 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016, dan 24 Januari 2017. Menurut Novel, kala itu Miryam bercerita bahwa dia menerima ancaman. Siapa yang mengancam? Novel menyebut, sebagian berasal dari Komisi III DPR. Ada enam nama yang disebutkan Miryam saat itu.

Novel menyebut lima di antaranya; Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Desmond J. Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Sudding. "Satu lagi saya lupa. Tapi dia sebut partainya Golkar," beber Novel. Miryam diancam, jika mengaku menerima duit korupsi e-KTP dan membeberkan aliran dananya, dia bakal dipenjara.

Hakim Jhon Halasan kemudian mengonfirmasi pernyataan Miryam dalam sidang pekan lalu kepada Novel cs. "Apa saudara pernah mengeluarkan kata-kata yang berdampak psikologis? Misalnya, saya periksa sampai mencret-mencret?" tanya hakim Jhon disambut tawa pengunjung. Novel tampak tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Saya nggak paham, karena nggak ada pernah memeriksa orang sampai mencret. Itu buruk sekali," jawab Novel.

Novel kemudian menjelaskan, saat Miryam mengatakan Bamsoet mengancamnya, Novel meminta Miryam tak takut. Novel memberitahu Miryam, si pengancam juga pasti takut akan diperiksa KPK. Novel pun membantah ada tekanan dalam pemeriksaan Miryam. Tak ada alasan untuk menekan Miryam.

Sebab, sejak pemeriksaan pertama, Miryam mengakui menerima aliran dana e-KTP secara lugas dan jelas. Bahkan dengan lancar dia bertutur dirinya diancam. "Itu artinya dia berada dalam kondisi yang betul-betul baik," ucap eks perwira menengah Polri ini.

Sama seperti Novel, Irwan menyebut sejak pemeriksaan pertama hingga keempat, dirinya tak melihat Miryam dalam kondisi tertekan. Bahkan, Miryam kerap tersenyum dan tertawa.

Majelis Hakim kemudian bertanya ke Novel, apakah dia ingat substansi keterangan yang diberikan Miryam. Novel mengiyakan.

Menurutnya, itu terkait dengan penerimaan uang proyek e-KTP dan pendistribusiannya terhadap sejumlah anggota DPR. "Ada, bahkan perinciannya pun ditulis," jawab Novel. Uang itu diamplopi, kemudian diberi kode untuk kapoksi, anggota, dan pimpinan Komisi II DPR.

Hakim mengonfirmasi, apakah Novel Cs yakin keterangan yang diberikan Miryam sungguh-sungguh? Novel mengiyakan. Saat diberi giliran bersaksi, Miryam tetap bersikukuh mencabut BAP-nya dengan alasan adanya tekanan dari penyidik KPK. "Kan yang merasa tertekan saya yang mulia," tutur Miryam. "Boleh cerita?" imbuh Miryam. "Ya kan memang di sini untuk cerita," timpal hakim Jhon. Spontan pengunjung sidang tertawa lagi.

Miryam pun bertutur, saat pertama kali diperiksa pada 1 Desember, dirinya sedang tidak fit. Dia kurang tidur. Sebab, malam sebelumnya, Miryam habis merayakan ulang tahun. Kondisinya diperparah dengan datang bulan. Dengan kondisi itu, Miryam diperiksa dari jam 10 pagi hingga pukul 8 malam di dalam ruangan ukuran 2x2m. "Tidak nyaman di situ karena ruangannya kecil sekali," imbuh Miryam.

Dalam pemeriksaan itu, menurut Miryam, dia langsung down karena Novel menyatakan seharusnya sejak 2010 Miryam ditersangkakan dan ditangkap. Kepalanya langsung pusing.

Kemudian dalam pemeriksaan kedua, Miryam mengaku masih trauma. Saat itu, dia ditinggal-tinggal penyidik. "Dikasih makan sih, yang mulia, tapi habis itu ditinggal," ucapnya disambut tawa.

Pemeriksaan ketiga, ibunda Miryam sakit parah. Dia meminta penyidik agar tak berlama-lama memeriksanya. Penyidik mengabulkannya. Nah, dalam pemeriksaan ke-4, Miryam baru mengungkap soal mulut Novel yang bau duren. "Saya dibikin mabok, yang mulia," bebernya. "Novel abis makan duren. Bayangkan yang mulia, ruangan kecil kan bikin pusing dan muntah," bebernya.

Novel pun menjawab. Dia mengawali dengan pemeriksaan ketiga, yang disebut Miryam ibunya sedang sakit. Menurutnya, saat itu Miryam izin karena ada rapat. Tidak disebut ibunya sedang sakit. Kemudian Novel menyebut Miryam berbohong soal ruang pemeriksaan. Menurutnya, Miryam diperiksa di lantai 4 gedung KPK lama, ruang 24. Ruang itu tak berukuran 2x2, tetapi lebih besar.

Novel kemudian mengaku memang makan roti rasa duren, bukan duren. Soalnya di gedung KPK tak boleh membawa duren. Saat itu, pemeriksaan sudah selesai. Dia memberikan draft BAP kepada Miryam untuk dikoreksi. Kemudian dia makan roti rasa duren. Dia tak tahu Miryam alergi duren. Saat itu, Novel mengakui, wajah Miryam memerah. Kemudian dia keluar ruangan. Di ruang print, Miryam duduk. Tapi Novel memastikan Miryam tak muntah. "Kalau muntah pasti keliatan dan pasti segera panggil dokter," tegas Novel.

Hakim kembali ke Miryam. Dia ditanya soal ancaman dari anggota-anggota DPR. Miryam membantahnya. Menurutnya, justru Novel yang mengancamnya dengan kalimat 'Harusnya sejak 2010 ibu sudah saya tangkap'.

Soal ancaman tahun 2010 itu, Novel menuturkan, Miryam memang pernah tersangkut dalam OTT yang dilakukan KPK pada 2010-2011. Ada hasil sadapan yang menyenggol Miryam. "Yang bersangkutan memang sudah biasa menerima uang dan membicarakan uang," ungkap Novel. "Bukti penyadapan itu akan saya gunakan untuk proses penyidikan berikutnya," tegas Novel. Miryam bergeming.

Setelah itu, Jaksa memutar video pemeriksaan Miryam di gedung KPK pada 7 Desember 2016, pemeriksaan kedua. Dalam video yang diputar di layar besar itu, Miryam tengah duduk di kursi dengan meja cokelat di depannya. Ada beberapa berkas di atas meja itu. Penyidik Irwan berada di depan Miryam.

Suasana pemeriksaan tampak santai. Miryam tampak lancar memberi keterangan. Gesturnya terlihat antusias. Lamat-lamat terdengar soal pembagian uang terkait proyek e-KTP. Miryam juga sempat mengaku menerima uang. "Saya terima dua kali, seratus sama dua ratus juta. Nominalnya pertama dibagi rata 15 juta, keduanya dibagi rata 30 juta," ucapnya.

Sesekali, Miryam tampak tertawa. "Saya tanya, 'Inget nggak sih kalau saya kasih duit berapa?', 'Ah Ibu, kalau bagi-bagi nggak pernah ke saya. Bagi dong'." Saat Miryam mengeluarkan kalimat itu, dia tertawa.

Miryam beberapa kali mengoreksi keterangannya yang tertulis di dalam dokumen yang ditunjukkan Irwan.

Saat dimintai tanggapan, terdakwa Sugiharto menyebut, Miryam empat kali menerima uang darinya. Yakini Rp 1 miliar, USD 500 ribu, USD 100 ribu, dan Rp 5 miliar. "Jadi kalau ditotal USD1,2 juta," ujar Sugiharto.

"Saudara Miryam, keterangan anda disangkal terdakwa. Bagaimana?" tanya hakim Jhon. "Tidak benar yang mulia. Tidak pernah terima," tegasnya.

Terakhir jaksa Irene mengajukan permohonan, menjerat Miryam dengan pasal 174 KUHP. "Menetapkan saksi Miryam Haryani sebagai tersangka atas keterangan palsu dan langsung melakukan penahanan," seru jaksa Irene.

Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan itu. Mereka akan terlebih dahulu mendengarkan keterangan saksi-saksi lain. Setelah itu, giliran Agus Martowardodjo, Agub Gunanjar, dan Ganjar Pranowo yang bersaksi pada sesi berikutnya.(rmol.co/rt)