Sidang Suap Pajak, KPK Dalami Peran Ipar Jokowi

Senin, 27 Maret 2017

foto tmpo

JAKARTA - riautribune : Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan kelanjutan pengusutan peran Arif Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo, dalam kasus dugaan suap pengaturan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Salah satunya, penyidik akan mencermati keterangan terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair di persidangan. “Kami mendalami perannya pelan-pelan,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Minggu 26 Maret 2017.

Hari ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang perkara ini untuk mendengarkan keterangan terdakwa Rajamohanan. Direktur Utama EK Prima ini didakwa menyuap Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajak yang juga tersangka dalam kasus ini, Handang Soekarno, dengan bukti setoran uang senilai Rp 1,9 miliar. Setoran tersebut disinyalir sebagai pembayaran pertama bagian dari total komitmen suap Rp 6 miliar untuk menyelesaikan sejumlah persoalan pajak EK Prima di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam, Jakarta.

Dalam dakwaan yang dibacakan pada 13 Februari 2017 lalu, terungkap bahwa Rajamohanan meminta sejumlah pihak melobi kantor pajak. Salah satunya adalah Arif Budi Sulistyo, yang kemudian berkomunikasi dengan Handang Soekarno dan menemui Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Sidang pada pekan lalu telah mendengarkan keterangan Arif Budi Sulistyo. Yang menarik, dari pertanyaan jaksa KPK, terungkap adanya temuan dua koper berisi uang Rp 1,5 miliar yang dibawa Rajamohanan ketika bertemu dengan Arif di Solo, Jawa Tengah, pada awal November 2016. Keberadaan duit tersebut terungkap dari kesaksian Mustika Chairani, sekretaris Rajamohanan.

Dalam sidang, Arif mengaku bertemu dengan Rajamohanan. Namun dia membantah jika disebut menerima duit itu. "Saat saya jemput Mohan, ada beberapa barang bawaan Mohan masuk ke mobil saya," kata Arif.

Jaksa KPK menilai keterangan Arif sangat janggal. Dalih meminta penjelasan ihwal program pengampunan pajak kepada Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi juga dianggap tak masuk akal. “Ditjen Pajak itu punya Tim 100 untuk sosialisasi tax amnesty. Buat apa jauh-jauh ke Jakarta dan ketemu sampai Dirjen?” kata jaksa Ali Fikri. Tim jaksa penuntut umum pun berencana mencantumkan peran Arif dalam materi tuntutan Rajamohanan.  

Kuasa hukum Rajamohanan, Samsul Huda, mengatakan uang dua koper itu bukan digunakan untuk menyuap. “Itu rencana mau dipakai untuk beli lahan jambu mete di Wonogiri. Tidak ada kaitan dengan pajak,” kata Samsul, kemarin. “Masih ada utuh, tidak benar disebut hilang atau terkait kasus.”

Dalam tanggapannya di sidang terdahulu, Rajamohanan mengklaim batal bertemu dengan pemilik lahan sehingga duit tunai dalam jumlah besar itu dibawanya kembali ke Jakarta. Keterangan tersebut berlawanan dengan kesaksian Mustika, yang memastikan koper-koper itu sudah tidak ada ketika bosnya kembali ke Jakarta.(tmpo)