ULP Membandel, Karena Dianak-emaskan Penguasa

Jumat, 04 September 2015

BENGKALIS-riautribune: Sikap membandel dan arogansi yang ditunjukkan personil Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bengkalis terhadap DPRD Bengkalis, dinilai pemerhati di Bengkalis disebabkan perilaku penguasa selama ini yang terkesan menganak-emaskan ULP. Diduga kuat ULP menjadi tempat mengumpulkan duit, lewat “setoran” yang dipungut dari rekanan pemenang lelang.

Hal ini diutarakan Wan Sabri pemerhati pembangunan dan pemerintahan, bahwa sejak dahulu sudah bukan rahasia lagi kalau proses pelelangan proyek di Bengkalis sarat dengan permainan. Yang di maksud dengan permainan tersebut adalah, pemenang proyek wajib menyetor sejumlah uang kepada panitia lelang dalam hal ini personil ULP, baik ketika lelang masih manual maupun sekarang dengan sistem elektronik.

“ULP itu membandel, karena memang keberadaannya dianak-emaskan pengambil kebijakan di eksekutif selama ini. Wajar mereka tidak mau menghadiri undangan hearing DPRD, karena mereka di-back up oleh kepentingan diatasnya, termasuk kepala daerah ketika itu. Karena personil ULP itu terbentuk beradasarkan Surat Keputusan (SK) kepala Daerah, dalam hal ini bupati,” sebut Wan Sabri, kemarin.

Tidak bisa dipungkiri sambung Wan Sabri, ULP itu merupakan salah satu sarana di mana banyak kepentingan ikut bermain di dalamnya, tidak hanya eksekutif. Bahkan disinyalir sejumlah oknum di DPRD Bengkalis juga diduga terlibat dalam pengaturan proyek, mereka mengintervensi panitia lelang untuk memenangkan jagoannya.

Ditegaskannya lagi, anggota dewan dari Komisi II yang berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) juga harus selektif dalam menggulirkan wacana tersebut. Sebab, belum tentu rencana tersebut disetujui oleh sejumlah fraksi-fraksi di DPRD Bengkalis, karena ULP itu di-back up juga oleh oknum dewan yang terlibat dalam skandal pengaturan proyek bersama personil ULP.

“Contohnya sederhana, Ketua ULP tahun 2015 ini yaitu Sevnur yang ketika itu menjabat Kepala Bidang di Dinas PU dipindahkan menjadi Kepala Bagian di Sekretariat Daerah. Karena syarat menjadi ketua ULP harus pejabat eselon III A di Sekretariat Daerah, walau tahun 2014 ia sudah menjabat ketua ULP. Itukan bukti bahwa ULP dianak-emaskan, ” tambah Wan Sabri.

Menanggapi hal tersebut ketua Komisi II Syahrial, ST mengaku tidak gentar dan tidak peduli apakah ULP itu di-back up penuh oleh eksekutif maupun oknum di dewan sendiri. Ia menilai, wacana pembentukan Pansus oleh DPRD sangat wajar, karena DPRD adalah lembaga pengawasan dan budgeting.

Politisi Partai Golkar itu menyebut tidak tertutup kemungkinan juga wacana pembentukan pansus akan digagalkan, baik oleh oknum di eksekutif, maupun dari internal DPRD sendiri. Kinerja ULP menurutnya, harus dipertanyakan sejauh mana progres kegiatan yang sudah dilelang ditambah dengan dugaan kecurangan dalam praktek pelelangan itu sendiri.

“Secara internal kita terus melakukan pendekatan ke fraksi-fraksi untuk membentuk pansus ULP. Kalau Pansus terbentuk, dan dalam pelaksanaan lelang ditemukan kesalahan fatal yang menyangkut tindak pidana oleh Pansus, tentu bisa digiring ke ranah hukum,” kata Syahrial menegaskan.

Sejak terbentuk tahun 2012 lalu, ULP Bengkalis tidak ubahnya seperti lembaga super body, walau mereka hanya lembaga ad hoc. Kepemimpinan Herliyan Saleh selama lima tahun di Bengkalis, melahirkan “raja-raja kecil” yang kerjanya memunguti upeti dari kontraktor, berkedok panitia lelang di lembaga resmi bernama ULP. (afa)