Verifikasi Media Dewan Pers Sempat Resahkan Jurnalis

Kamis, 09 Februari 2017

illustrasi Internet

BANDUNG - riautribune : Beredarnya daftar hasil verifikasi media massa keluaran Dewan Pers sempat meresahkan jurnalis, terutama informasi yang terkait hoax. Selain itu, jurnalis mempertanyakan elemen kesejahteraan jurnalis dalam sertifikasi media massa oleh Dewan Pers.

Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat Mujib Prayitno mengatakan, hoax yang meresahkan yaitu soal jurnalis yang bisa ditolak narasumber karena medianya tidak tercantum dalam daftar verifikasi Dewan Pers. Keresahan menyurut setelah ada penjelasan, meskipun ada yang masih kurang jelas untuk media televisi, seperti simbol tanda digital pada koran yang telah disertifikasi nantinya.

Menurut Mujib, sertifikasi Dewan Pers dinilainya sebagai titik terang untuk profesionalitas wartawan. "Profesionalitas wartawan bisa rusak oleh perusahaan media yang tidak profesional," katanya dalam diskusi sebuah radio di Bandung, Selasa, 7 Februari 2017.

Profesionalitas itu diantaranya menyangkut kinerja, kode etik, dan upah dari perusahaan kepada jurnalis termasuk pekerja lain di media massa. “Sayangnya verifikasi Dewan Pers belum termasuk soal kesejahteraan pekerja media sebagai salah satu faktor profesionalitas,” kata Adi Marseila, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung.

Dewan Pers sebelumnya telah menetapkan Standar Perusahaan Pers. Diantaranya, menurut Adi, sangat menyenangkan bagi pekerja media, seperti kewajiban membayar upah selama 13 kali dalam setahun, juga peningkatan gaji maupun bonus.

Sementara itu pakar hukum tata negara Asep Warlan mengatakan, sertifikasi media massa agar perusahaan pers lebih sehat, berkualitas, dan bertanggung jawab. Menurutnya juga perlu ada jaminan soal independensi berita dan kesejahteraan pekerja media. “Jadi (sertifikasi) tidak cukup hanya untuk menangkal hoax,” katanya.(tmpo)