Baleg DPR Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Rabu, 01 Februari 2017

foto internet

JAKARTA - riautribune : Badan Legislasi (Baleg) DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Selanjutnya, draf RUU akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai inisiatif DPR. Adapun draf RUU PKS merupakan usulan dari beberapa anggota Baleg lintas komisi.

"Nanti dibawa ke paripurna lalu resmi jadi inisiatif usulan DPR," kata Wakil Ketua Baleg dari Fraksi PAN, Totok Daryanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Totok mengatakan, UU tersebut nantinya akan mengatur secara jelas perlindungan terhadap masyarakat dari tindak kekerasan seksual, yang bisa terjadi pada siapapun, tak hanya perempuan dan anak-anak namun juga laki-laki.

"Lebih spesifik terhadap pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak," ucapnya. Sementara itu, Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo menilai, UU tersebut perlu didukung sebab kekerasan seksual telah terjadi dimana-mana dan meresahkan masyarakat.

Regulasi ini terutama akan fokus pada pemberian sanksi yang cukup memberikan efek jera bagi pelaku. Namun tak hanya berkaitan dengan sanksi pidana melainkan juga sanksi materi.

"(UU PKS juga) Mengatur kekerasan seksual karena kelainan jiwa, ada laki-perempuan yang melakukan seksual dengan kekerasan. Kalau lihat di beberapa film, YouTube, ini kan orang kelainan jiwa, ini yang harus dilindungi karena sakit," ucap Firman.

Adapun mengenai pasal pidana, kata dia, akan merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ia berharap, RUU PKS dapat segera disahkan tahun ini. "Kalau saya sih 2017 ini sudah harus selesai. Masa kita membiarkan para pelaku ini melakukan kejahatan seksual dengan bebas?" tuturnya.

Adapun Ammy Amalia Fatma Surya, Anggota Baleg sekaligus Pengusul bersyukur RUU PKS dapat disetujui Baleg dan prosesnya berlanjut ke tahap selanjutnya. Ia berharap, UU PKS dapat segera memberikan kepastian hukum dan memberi perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

"Kami pengusul terutama mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan persetujuan seluruh anggota Baleg, usulan RUU ini dibahas di tingkat selanjutnya," kata Ammy.

Ammy mengaku prihatin dengan fakta bahwa kasus kekerasan seksual terus meningkat tiap tahunnya dan polanya semakin beragam. Namun, aturan mengenai perkosaan di KUHP dianggap belum mampu menjangkau tingginya jumlah kasus kekerasan seksual.

"Karena terminologinya hanya sampai kepada apabila ada penetrasi laki-laki kepada perempuan. Baru seseorang bisa dijerat pidana pemerkosaan," ujar Politisi PAN itu.

"Sementara aduan-aduan yang kami terima, langsung maupun melalui Komnas, itu sekarang banyak yang melakukan perkosaan tidak dengan kelamin," sambungnya. Pidana yang mungkin dijatuhkan, kata Ammy, hanya lah pidana pencabulan dengan hukuman ringan.

Padahal, jenis kekerasan seksual seperti itu melahirkan trauma berkepanjangan. "Bisa merusak masa depan bahkan tidak sedikit yang berujing ke kematian," ujarnya.

Oleh karena itu, RUU PKS berupaya mengakomodasi apa yang tak bisa dijangkau KUHP. UU selama ini dianggap fokus pada penindakan dan penjatuhan pidana bagi pelaku. Sementara korbannya terkesan dibiarkan.

"Negara hadir memberikan pemulihan psikologis bagi korban. luka-luka fisik juga diberikan. Di luar itu kami coba mengejar pertanggungjawaban pelaku. Makanya diatur skema ganti kerugian."(kmps)