"Tweet" Fahri Hamzah yang Memancing Reaksi TKI hingga Menaker...

Rabu, 25 Januari 2017

foto internet

 JAKARTA - riautribune : Jarimu harimaumu. Peribahasa yang semula berbunyi "mulutmu harimaumu" itu belakangan diplesetkan untuk memperingatkan para netizen berhati-hati dalam menggunakan internet. Apalagi, bagi netizen yang merupakan pejabat publik yang mempunyai ratusan ribu follower.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah misalnya, yang memiliki 359.000 follower, pada Selasa (24/1/2017) kemarin mengeluarkan kicauan yang memancing kritik dan protes dari banyak pihak.

"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela," begitu bunyi kicauan Fahri yang diunggah di akun @Fahrihamzah, Selasa subuh, pukul 4.14 WIB.

Banyak netizen yang menganggap kicauan itu merendahkan profesi Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Salah satu yang melayangkan kritik keras adalah Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.

Hanif yang juga pernah menjadi rekan sekantor Fahri di DPR itu menceritakan bahwa ibunya adalah TKI. Namun, ia menegaskan bahwa ibunya adalah wanita terhormat dan tidak pernah mengemis.

"Sy anak babu. Ibu sy bekerja mjd TKI scr terhormat. Tdk mengemis, tdk sakiti org, tdk curi uang rakyat. Saya bangga pd Ibu. #MaafkanFahriBu," tulis Menaker lewat akun Twitter-nya @hanifdhakiri.

Hingga Selasa malam, Kicauan Hanif itu sudah di-retweet sebanyak 2.456 kali dan disukai 1.250 kali. Tangkapan gambar atau screenshoot kicauan Menaker tersebut, yang disandingkan dengan kicauan Fahri Hamzah, juga menjadi viral di dunia maya.

Reaksi juga datang dari TKI di Hongkong. Koalisi 55, Organisasi Buruh Migran Indonesia di Hongkong yang tergabung dalam Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), mengecam kicauan Fahri.

Ketua LACI Nur Halimah menganggap kicauan Fahri telah melecehkan martabat para pekerja Indonesia di luar negeri. LACI, kata Nur, menuntut Fahri meminta maaf.

"Tahukah Bapak bahwa pernyataan Bapak telah merendahkan martabat dan harga diri kami, para 'pahlawan devisa' yang menyumbangkan remitansi sebesar 7,4 miliar dollar AS atau Rp 97,5 triliun untuk memutar roda perekonomian Indonesia," ujar Nur dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa malam.

Mengkritik pemerintah

Fahri mengaku tak bermaksud menyingung perasaan siapapun lewat kicauannya itu. Fahri menjelaskan, kicauannya sebetulnya tak berdiri sendiri melainkan tengah fokus mengkritik pemerintah atas situasi dan kondisi terkini. Fahri menilai, saat ini pemerintah kehilangan prioritas untuk ditangani.

"Prioritas kita ini saya tunjukan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya istilah ini enggak ada. Sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas," papar Fahri.

Sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja, ia mengaku sangat mengetahui nasib pekerja Indonesia di luar negeri. Kondisinya tragis bahkan tak jarang ada yang diperbudak. Ia menegaskan kalimat pada kicauannya tak ada hubungannya dengan penghinaan.

Hal yang ditekankannya adalah bahwa ada pekerjaan pemerintah yang tak beres berkaitan dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sedikitnya, ia mencatat ada dua sektor yang tak ditangani secara baik. Pertama, sektor persiapan tenaga kerja. Kedua, penempatan. "Karena enggak ada keahlian ditempati sembarangan," ucap Fahri.

Fahri pun meminta maaf apabila ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan kicauannya. Permintaan maaf itu ia sampaikan melalui Twitter, setelah sebelumnya menjelaskan terlebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya.

"Tapi apapun, Kita harus berhadapan. Kepada pemangku profesi yang merasa terhina saya minta maaf. Terima kasih," tulis Fahri. Fahri juga pada akhirnya menghapus kicauannya mengenai TKI itu.(kmps)