Penghapusan Syarat Capres Langkah Mundur Demokrasi

Selasa, 17 Januari 2017

illustrasi Internet

JAKARTA - riautribune : Wacana penghapusan ambang batas presidential thresh­old (PT) menjadi nol persen dalam Rancangan Undang- Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, merupakan langkah mundur dalam berdemokrasi.

Demikian ditegaskan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Syarif Hasan pada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Menurutnya, untuk meningkat­kan kualitas calon pemimpin, justru angka PT harus ditingkat­kan secara bertahap.

"Loh, parliamentary threshold saja ada, presidential threshold kok tidak ada. Kalau ditiadakan itu justru langkah mundur. Justru harus ditingkatkan supaya calon presiden itu betul-betul berkuali­tas," kata Syarif.

Terkait berapa angka ideal untuk PT, kata dia, harus dibi­carakan bersama-sama. Bahkan, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini menilai ambang batas yang ada sekarang sudah bagus. "Saya pikir dengan 25 persen (kursi parlemen) sudah cukup bagus. Pada dasarnya kami tidak terlalu menginginkan diper­ketat, tetapi kualitas juga memang harus ada. Kalau diturunkan, kita langkah mundur. Kalau dinaik­kan, apa iya?" ujar bekas Menteri Koperasi dan UKM ini.

Hal sama juga ditegaskan Ketua DPP Partai Golkar Zainuddin Amali. Menurutnya, angka PTharus ada. "Golkar tetap harus ada (presidential threshold) ya," tegasnya.

Berbeda dengan Demokrat, Zainuddin tidak menyarankan berapa angka yang pas un­tuk PT di pemilu mendatang. Bahkan, dia sepakat dan setuju dengan apa yang diusulkan oleh pemerintah. "Kita ikut saja dengan apa yang diusulkan pe­merintah," katanya.

Selain soal angka presidential threshold, Partai Golkar men­gusulkan ambang batas parlemen atau parlementary threshold yang sebelumnya hanya 3,5 persen dinaikkan hingga di atas 7 persen. "Usulan Golkar di atas 7 persen. Itu kan yang umum jadi saya tahu. Tapi rinciannya sudah berapa fraksi saya enggak tahu," katanya.

Usulan tersebut sudah di­masukkan dalam daftar inventa­ris masalah (DIM) usulan Golkar untuk RUU Penyelenggaraan Pemilu yang baru. "Kita sejak tanggal 9 Januari sudah siap. Sudah diserahkan," bebernya.

Sekjen DPP Partai Golkar, drus Marham menilai, am­bang batas pencalonan presiden atau presidential threshold meru­pakan instrumen penting dalam memastikan dukungan kepada pemerintahan yang sah. Untuk itu, dia tak sependapat dengan usulan peniadaan presidential threshold di dalam pembahasan RUU Pemilu.

"Pengalaman selama ini, ka­lau misalkan ada presiden yang terpilih dan dukungannya dari parlemen tidak kuat, maka pasti menjadi masalah dalam melaku­kan penyelenggaraan pemerin­tahan," katanya

Idrus menambahkan, dalam daftar inventarisasi masalah RUU Pemilu yang diserahkan Golkar, besaran presentase yang diusulkan sesuai dengan usulan pemer­intah. Pemerintah sebelumnya mengusulkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon presiden apa­bila memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.

Dari hasil komunikasi disepakati presidential threshold tetap ada.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum bersedia me­nanggapi usulan penghapusan syarat capres. Menurutnya, se­tiap usulan terkait pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, masih akan dibahas lebih lanjut di DPR.

"Prinsipnya menunggu dulu, kami tidak mau mengambil keputusan dulu. Bahwa aturan yang sudah baik itu yang sebai­knya diteruskan. Aturan yang perlu disempurnakan, disempur­nakan," ujar Tjahjo di Gedung Kementerian Dalam Negeri, kemarin.

Bekas Sekjen DPP PDIP ini menjelaskan, pemahaman disempurnakan tidak berarti harusmengubah aturan yang ada. Menurutnya, yang terpentingkualitas pemilihan legislatif seren­tak dan kualitas pemilihan presi­den menjadi lebih baik.(rmol)