Kontroversi Kenaikan Biaya STNK Dinilai Lucu

Jumat, 06 Januari 2017

ilustrasi internet

JAKARTA - riautribune : Sikap ‎Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempertanyakan ‎kenaikan signifikan pada tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dianggap sebagai sesuatu yang lucu.

Pendapat Presiden Jokowi yang menilai ‎kenaikan tarif hingga tiga kali lipat membebani masyarakat pun dikritik. "Sikap Presiden itu lucu," ujar anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan.

"Bukankah kenaikan tarif tersebut diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terbit 6 Desember 2016 yang sudah pasti ditandatangani Presiden sendiri? Kecuali kalau Presiden tidak tanda tangan maka bolehlah mempertanyakan," timpal dia.

Menurut Heri, ‎kejadian tersebut membuktikan adanya missmanagement di dalam pemerintahan. "Tidak aneh jika urusan kenaikan biaya pengurusan kendaraan, BPKB, dan STNK, antara Kemenkeu dan Polri saling lempar tanggung jawab," katanya.

Apa yang dipertontokan Polri dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di depan publik itu pun dianggapnya sangat memalukan.

Politikus Partai Gerindra ini pun menyarankan agar‎ presiden sebagai pimpinan tertinggi sebaiknya segera meluruskan polemik tersebut. "Kalau pakai akal sehat, kenaikan tarif ini, kan lewat PP Nomor 60 tentang Jenis dan Tarif PNBP," katanya.

Artinya lanjut Heri, tarif pengurusan STNK dan BPKB itu domainnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Kemenkeu. "Sepertinya mudah melacaknya, tapi kok jadi saling melempar? Harus dikatakan bahwa mekanisme tarif final, itu pasti melalui Ditjen Anggaran Kemenkeu," ucapnya.

Menurut dia, ‎seharusnya Presiden memanggil pihak terkait soal kenaikan tarif itu. Ia mengingatkan pemerintah dalam mengambil kebijakan harus mempertimbangkan situasi ekonomi dan kemampuan masyarakat. "Kalau seperti sekarang, kan jadi lucu sekali," ungkapnya.

Ia pun meminta pemerintah menyudahi hal-hal yang membuat gaduh dan membingungkan masyarakat.‎ Atas polemik kenaikan STNK dan BPKB yang mencapai tiga kali lipat itu Heri berharap presiden mengambil langkah-konkret dengan mem‎anggil Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, dan Polri untuk membuat rapat terbatas terkait polemik tersebut.

"Kalau perlu tampilkan ke publik mekanisme perhitungan tarifnya," katanya.

Heri juga berharap Presiden memerintahkan Kemenkeu dan Polri tidak membuat pernyataan yang membuat gaduh dan bingung mayarakat. Sikap seperti itu, kata dia, justru mengganggu wibawa pemerintah di mata masyarakat.

Ia pun menyarankan pemerintah memerhatikan kondisi sosial, ekonomi masyarakat, ketika menghitung tarif yang ada. "Sebisa mungkin tarif disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, mungkin dengan kluster, contoh untuk sarana angkutan umum," tuntasnya.

Presiden, kata dia, harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan dapat menjamin kepastian sehingga setiap kebijakan yang dibuat tidak membuat masyarakat bingung.

"Energi kita hanya habis terbuang pada hal-hal yang tidak produktif. Sudah seharusnya energi itu diarahkan pada bagaimana meningkatkan realisasi penerimaan PNBP yang pada tahun 2016 lalu, baru mencapai kurang-lebih 70 persen dari target," tuturnya.(okz)