Fahri Sindir Jokowi, Pemerintah Jangan Pakai Ilmu Perbandingan!

Senin, 26 Desember 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune : Pemerintah harus menjelaskan kepada publik tentang keberadaan tenaga kerja asing (TKA) yang selama ini meresahkan masyarakat lewat media massa. Penjelasan tersebut dapat dijadikan bahan bagi DPR untuk mempertanyakan langsung kepada pemerintah dalam rapat kerja.

"Sebab kita banyak menemukan angka-angka yang berbeda yang dikeluarkan satu lembaga dengan lembaga lain," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (23/12).

Diketahui, Presiden Joko Widodo membandingkan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri lebih banyak dari TKA yang ada di Indonesia. Di Malaysia misalkan, jumlah TKI lebih dari 2 juta orang, sedangkan di Hong Kong sebesar 153 ribu orang. Atas itu, Fahri mengkritik Jokowi. Pemerintah menurutnya tidak boleh menggunakan ilmu perbandingan.

"Misalnya kemarin saya lihat katanya TKI kita di luar negeri juga banyak, tidak bisa begitu tenaga kerja kita datang dengan legal dan mendatangkan devisa buat negara. Jangan dibanding-bandingkan sementara hukum negara kita tidak memungkinkan untuk tenaga kerja rendah bekerja di negara kita," ujarnya.

Terlebih menurut Fahri, masyarakat Indonesia yang belum memiliki pekerjaan masih berlimpah. "Itu politik kenegaraan, kita jangan dibanding-bandingkan dengan negara kita," tegasnya.

Fahri kemudian mengaku bahwa dia mengingat sebuah teori konvensi HAM tentang kebebasan bergerak dari satu negara ke negara lain. Dia mengakui bahwa memang berdasarkan HAM, siapapun berhak datang ke suatu negara asalkan dia memiliki prasyarat-prasyarat.

"Bebas visa itu sebenarnya bukan bebas tapi bayar. Tapi bukan berarti bebas visa lantas orang itu bebas datang dan nggak balik- balik, itu nggak benar," ketusnya. Pemerintah menurutnya tetap harus memiliki pendataan yang tertata dengan baik.

"Saya kebetulan Ketua Panja UU Imigrasi, dalam UU Imigrasi prinsip penggunaan elektronik data diletakkan dalam UU, ada datanya itu. Jadi kalau ada orang masuk dalam data imigrasi tapi belum keluar sampai dengan tanggal yang ditentukan harusnya alert system di Dirjen Imigrasi itu bunyi. Jadi Dirjen Imigrasi dapat mengetahui orang yang datang sebagai turis dan belum balik ke negaranya, itu pasti bunyi sistemnya dan saya sudah pernah lihat dengan mata kepala saya sendiri, jadi sudah elektronik sifatnnya," paparnya.

"Saya minta ini yang harus diklarifiaksi. Kalau nggak ada bilang nggak ada, kalau ada bilang berapa biar kita tahu. Supaya negara ketahuan ngerti, jangan keresahan dibiarkan negara nggak mau jawab, ini bahaya sekali," lanjut Fahri menambahkan.

Jadi sebenarnya, tambah Fahri, bukan policy bebas visanya yang salah. Sebab, policynya sudah dibuat DPR bersama pemerintah dengan baik. Orang yang masuk ke negara ini harus bayar melalui visa.

"Dan alhamdulillah jadi pemasukan buat kita. Tapi orang yang cuma datang untuk wisata ya wisata sebulan, kalau sampai lebih alert stystemnya bunyi. Bila perlu langsung bikin pengumuman, orang ini sudah melampaui batas dan tolong dicari dimana dan ditangkap," tegasnya.

Dipertegas apakah Dirjen Imigrasi lalai dalam menjalankan tugasnya, Fahri anggap itu nomor dua. Yang terpenting adalah pemerintah dalam hal ini Dirjen Imigrasi harus menjawab pertanyaan publik yang kian resah.

"Yang penting umumkan datanya dulu, soal SDM belakangan. Kalau udah terlalu banyak pendatang liar di negara ini, tentara pun bisa kita kerahkan sebab itu bisa dibilang infiltrasi. Nggak usah ngomong SDM sekarang, ngomong data dulu terbuka kepada rakyat. Kalau kebobolan ngomong kebobolan, jangan diam-diam dong bikin orang resah, nanti kalau ada kecelakaan baru ribut," tukas Fahri.(rmol)