Kemendagri: Pemberhentian Sementara Ahok Tunggu Surat Pengadilan

Rabu, 14 Desember 2016

foto detik.com

JAKARTA - riautribune : Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono menyebut pemberhentian sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI Jakarta masih menunggu surat pemberitahuan dari pengadilan. Ahok saat ini menjalani sidang perkara penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Kita harus menerima surat dulu dari pengadilan. Secara resmi dia didakwa dengan pasal berapa dengan ancaman hukuman berapa tahun. Kita harus dapat surat dari pengadilan. Sebelum ada surat (dari PN Jakut) enggak bisa kita proses," kata Sumarsono kepada wartawan usai mengikuti acara silaturahmi bersama masyarakat di Sport Mall Kelapa Gading, Jl. Raya Kelapa Nias HF3 Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (14/12/2016).

Sumarsono (Soni) menegaskan, pemberhentian sementara (penonaktifan) Ahok harus memenuhi aturan yang dipersyaratkan yang tercantum di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 83 UU tersebut diatur penonaktifan kepala/wakil kepala daerah yang didakwa salah satunya dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun penjara.

"Setelah ada surat kita lakukan. Kalau ancamannya empat tahun itu di bawah lima tahun ya nggak berhenti. Karena ancamannya berhenti itu apa bila lima tahun ke atas," ungkapnya.

Soni mengatakan penonaktifan kepala daerah harus tetap melalui keputusan presiden. Nantinya bila kepala daerah tersebut dinyatakan hakim tidak terbukti melakukan tindak pidana, maka yang bersangkutan akan kembali aktif menjabat.

"Itu dari Mendagri diusulkan ke Presiden, jadi bentuknya keputusan presiden. Untuk pemberhentian karena itu gubernur, kalau bupati itu cukup SK Mendagri ini keputusan presiden. Setelah proses kalau tidak terbukti misalnya ya kita aktifkan kembali sebagai gubernur aktif," terang Soni.

Jika Ahok dinonaktifkan maka secara otomatis wakilnya Djarot Saiful Hidayat akan menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur. Namun saat ini Plt Gubernur DKI tetap dipegang dirinya karena baik Ahok dan Djarot tengah cuti kampanye.

"Kalau dia berhenti sementara maka Plt gubernurnya adalah wakil gubernur. Sampai masuk putaran dua, kalau masuk putaran dua kampanye lagi ya untuk yang ke dua tunjuk lagi Plt lama kembali lagi. Selesai pilkada kalau asumsinya Pak Ahok berhenti maka Pak Djarot jadi Plt gubernur sampai akhir masa jabatan," sambung Soni.

Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Dalam dakwaan primair Ahok didakwa dengan pasal 156 a huruf a KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun. Sedangkan untuk dakwaan subsidair, Ahok didakwa dengan pasal 156 KUHP.