Soal Ahok, DPR Galak

Rabu, 07 Desember 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune : Berbeda dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang bisa menaklukkan DPR saat rapat dengar pendapat sebelumnya, kemarin, Jaksa Agung M Prasetyo malah dicecar soal proses hukum yang tengah dijalani Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama. Soal yang satu ini, DPR galak. DPR galak ketika memasuki sesi tanya jawab. Pemaparan Prasetyo ihwal fenomena hukum yang terjadi di Tanah Air dianggap belum memuaskan para wakil rakyat. Kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok seolah menjadi topik utama. Sejumlah fraksi bertanya ihwal ini. Mulai dari kenapa proses hukum Ahok di kejaksaan berlangsung cepat, hingga kenapa Ahok hingga kini tidak ditahan. Meski dicecar, Prasetyo mencoba bersikap tenang.

Cecaran terlontar dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman. Politisi Demokrat ini meminta penjelasan mengapa kasus Ahok sangat cepat berproses di kejaksaan. Dia menduga, jangan-jangan Jaksa Agung ketakutan, sehingga buru-buru menggelar sidang. "Mengapa begitu cepat? Seperti halilintar di siang bolong. Ada pendapat Pak Jaksa Agung sedang ketakutan, nah takutnya sama siapa," tanya Benny. Dia juga mempertanyakan apakah Jaksa Agung takut oleh dua faktor. Pertama, takut tekanan massa, kedua takut dicopot oleh yang punya kekuasaan, dalam hal ini Presiden Jokowi. "Kesimpulannya, cepat dibawa ke pengadilan karena terhimpit dua ini. Saya takut daripada kena, kita limpahkan ke pengadilan aja deh," sindirnya.

Seperti diketahui, proses hukum Ahok di kejaksaan berlangsung ekstra cepat, cuma tiga hari. Ahok, dinyatakan sebagai tersangka oleh kepolisian pada 16 November 2016. Hal ini berhubungan dengan pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu yang menyinggung soal Surat Al-Maidah ayat 51. Isi pidato yang beredar di media sosial itu menjadi barang bukti para pelapor. Berkas perkaranya pun dilimpahkan ke jaksa peneliti Kejagung seminggu kemudian, Jumat, (25/11). Tiga hari berselang, Kejagung mengumumkan berkas perkara dari penyidik itu dinyatakan lengkap atau P-21. Persidangan Ahok dijadwalkan Selasa (13/12) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Komentar pedas juga terlontar anggota Komisi III dari PDIP, Junimart Girsang. Dia tegas menanyakan ihwal Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dalam kasus Ahok. Senada dengan Benny, Junimart berharap tidak ada tekanan dalam proses hukum kasus Ahok. "Kasus Ahok, apakah jaksa sudah menerima SPDP? Karena SPDP wajib. Dalam perkara Ahok, apakah sudah dilakukan? Saya harap proses ini tidak ada pressure. Yang saya tanyakan apakah ada SPDP?" tegasnya.

Terus dicecar, Prasetyo tetap tenang. Menggunakan kemeja putih, dia terlihat mencatat setiap pertanyaan anggota dewan. Namun, tidak semua dewan bertanya dengan rasa pedas, ada juga yang berkata manis. Dia adalah Akbar Faisal. Politisi dari Fraksi Nasdem ini memberikan tanggapan apakah pelimpahan berkas yang super cepat dari Kejagung ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini bisa dijadikan standar dalam penyelesaian kasus lainnya. "Dalam hal ini, kasus Ahok, saya bisa memahami kejaksaan. Saya rasa Kejagung menetapkan standar, tidak bisa bekerja dalam tekanan. Beginilah hukum kita ditegakkan, apakah ini bisa menjadi standar?" ungkap Akbar.

Sejurus kemudian, pertanyaan pedas kembali terjadi. Kali ini datang dari Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa. Politisi Partai Gerindra ini langsung memberikan pertanyaan menohok. "Apa alasan Kejagung tidak menahan Ahok?" tanyanya.

Hingga akhirnya tiba bagi Presetyo untuk menjawab seluruh pertanyaan. Baik tentang Ahok, maupun kasus hukum lain yang terjadi di Tanah Air. Tidak terdengar nada tinggi dari penjelasan Prasetyo.

"Mengenai alasan mengapa penanganan masalah Ahok super cepat, percayalah tim melakukan dengan penuh kesungguhan tanpa ada tendensi dari pihak manapun. Jadi tidak ada sama sekali latar belakang apapun, jadi supaya cepat terselesaikan," ungkap Prasetyo.

Soal kenapa Ahok tidak ditahan, Prasetyo mengungkapkan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi. Salah satunya kepentingan yang lebih besar, yaitu Pilkada. Ahok merupakan salah satu kandidat calon Gubernur DKI Jakarta yang akan mengikuti Pilkada. "Kami melihat dari pertimbangan subjektif dan objektif yang bersangkutan tidak mesti ditahan karena kooperatif dan ada kepentingan lain yang lebih besar, yaitu Pilkada," ujarnya. Selain itu, dia merasa pertanyaan itu juga seharusnya ditanyakan kepada Polri. "Di mana harusnya penanganan calon harus ditunda sampai Pilkada selesai. Jadi pertimbangan subjektif dan objektif," kata dia.(rmol)