Menag Minta Ulama Aktif Tangkal Info Sara Di Medsos

Senin, 21 November 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune : Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin mengajak para ulama, tokoh agama dan masyarakat untuk ikut berperan memberikan pemaha­man dan edukasi ke masyarakat atas maraknya peredaran infor­masi negatif bermuatan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan alias SARA di media sosial.

Lukman pun meminta masyarakat untuk tidak gampang menyebar informasi di media sosial yang bisa memicu masalah baru.

"Di era globalisasi, tiada lagi batasan dalam berkomunikasi. Tanpa adanya filter konten, ini berpotensi memicu masalah baru," kata Lukman di Medan, kemarin.

Lukman menyadari kemajuan teknologi yang begitu cepat mengantarkan manusia pada ke­mudahan untuk saling berkomu­nikasi dan bertukar informasi. Media sosial, lanjut dia, bahkan berkembang begitu berkembang demikian pesat membongkar sekat komunikasi umat.

Untuk itu dia mengajak para pemuka agama dan umat be­ragama agar memiliki filter dalam menyikapi konten yang beredar di media sosial.

"Melalui media sosial, banyak konten negatif dan ujaran keben­cian beredar bahkan dibagikan tanpa lagi filter atau pun veri­fikasi kebenarannya. Untuk itu diperlukan kearifan dan sikap bijak sebelum menjadi bagian yang ikut menyebarluaskan," ajak Lukman.

Dia pun berharap seluruh masyarakat dapat menyaring informasi di media sosial yang diterimanya, sebelum ikut me­nyebarluaskan.

Hal itu penting dalam rangka meminimalisir potensi terjadinya konflik SARA yang bersumber dari informasi yang berkembang di media sosial.

"Perubahan akan semakin cepat lima sepuluh tahun ke depan. Ini jadi tantangan para pe­muka agama dalam memberikan pemahaman keagamaan pada umat," tutur Lukman.

Lebih lanjut, Lukman menu­turkan, saat ini setidaknya ada dua tantangan yang dihadapi pemuka agama dan umat be­ragama saat ini. Pertama, ba­gaimana mereka tetap menjaga hakikat misi agama itu sendiri, yakni mengembalikan esensi agama yang memanusiakan manusia.

"Banyak konflik yang terjadi saat ini, menjadikan agama seba­gai alat pembenaran bagi pihak yang sedang berkonflik. Maka umat beragama haruslah jadi pihak yang ikut menyejukan dan meredam konflik itu sendiri," katanya.

Kedua, lanjut dia, terkait soal agama. Menurutnya, seringkali nilai agama dijadikan sebagai parameter atau tolok ukur pe­rilaku orang lain berdasarkan agama yang kita anut atau yang kita yakini.

Hal ini sering menghakimi orang lain yang tidak sepaham dengan kita. Untuk itu, dia mengajak pada semua pihak untuk lebih baik menjadikan agama sebagai alat ukur perilaku diri kita terhadap orang lain.

Menurutnya, dengan agama sebagai alar ukur prilaku setiap umat, tentunya akan meminimal­kan kesalahfahaman yang ada.

"Pada masyarakat yang sangat religius di Indonesia, agama menjadi bagian yang tidak ter­pisahkan dari kehidupan kita. Makanya agama menempati posisi yang luar biasa dalam tatanan sosial kehidupan," jelas­nya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tak mudah mempercayai informasi yang tersebar di me­dia sosial. Tito melihat kini ada sekelompok orang yang sengaja menyebarkan informasi hoax (palsu) untuk memprovokasi masyarakat. (rmol)