DPR: Pengunggah Video Kapolda Metro Seharusnya Tidak Ditahan

Sabtu, 19 November 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune : Komisi I DPR RI mengingatkan kepolisian tidak mudah menahan seseorang dengan menggunakan landasan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meskipun belum dimasukkan dalam lembaran negara, UU itu telah direvisi dan disahkan. Sehingga, negara seharusnya tidak mudah menahan seseorang hanya karena berbeda pendapat.

"DPR mengingatkan bahwa UU ITE sudah direvisi dan disahkan. Semangat UU ITE direvisi adalah berupa penekanan agar negara tidak mudah menjerat orang hanya karena beda pendapat.

Harusnya ini segera dimasukkan dalam lembaran negara supaya bisa segera diterapkan. Revisi UU ITE sudah disahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 27 Oktober 2016, sudah 21 hari yang lalu. Harusnya ini bisa segera dengan cepat diselesaikan supaya korban UU ITE versi lama tidak terus bertambah," jelas anggota Komisi I Sukamta kepada redaksi di Jakarta, Jumat (18/11).

Diketahui, seorang warga Bekasi bernama Muhammad Hidayat Simanjuntak pada Selasa (15/11) ditangkap atas dugaan mengunggah video unjuk rasa 4 November. Dalam video tersebut, termuat rekaman Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan yang terlihat seolah memprovokasi peserta aksi untuk menangkap provokator kericuhan.

Sukamta menjelaskan bahwa salah satu hasil revisi UU ITE Pasal 45 adalah memperingan ancaman pidana penjara kasus pencemaran nama baik. Dari yang awalnya maksimal enam tahun menjadi empat tahun, dan denda dari maksimal Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.

"Pengurangan pidana penjara menjadi maksimal empat tahun ini dilakukan agar aparat penegak hukum tidak bisa melakukan penahanan terduga tindak pidana pada tahap penyelidikan dan penyidikan," bebernya.

Hal tersebut sesuai dengan KUHAP Pasal 21 ayat 4, di mana disebutkan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal huruf (a), tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Sedangkan pada UU ITE sebelum revisi, ancaman pidana penjara pencemaran nama baik maksimal enam tahun yang masuk dalam kategori KUHAP Pasal 21 ayat 4 huruf (a). Tapi, setelah direvisi, jadi tidak masuk dalam kategori itu maka penahanan tidak bisa langsung dilakukan.

"Kasus saudara M. Hidayat ini sudah ditangkap terhitung Selasa sore kemarin. Jika dalam waktu 1 x 24 jam tidak bebas maka statusnya jadi penahanan. Kalau Revisi UU ITE tadi sudah masuk lembaran negara, maka aparat penegak hukum tidak bisa langsung menahan. Hal ini terkait ketentuan KUHAP pasal 24 ayat 4 huruf (a) tadi," papar Sukamta.

Oleh karena itu, dia berharap agar jangan sampai berkembang anggapan di masyarakat bahwa aparat penegak hukum tidak adil. Terutama menyangkut status tersangka Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tidak segera dilakukan penangkapan dan penahanan.

"Yang belum jadi tersangka pidana dengan ancaman penjara di bawah empat tahun sudah langsung ditangkap dan ditahan, sedangkan Ahok yang dilaporkan dengan dugaan penistaan agama yang ancaman pidana penjara lima tahun malah tidak langsung ditahan. Ini menyangkut rasa keadilan, jangan sampai tindakan aparat penegak hukum membuat masyarakat, khususnya umat Islam menjadi kehilangan kepercayaan kepada aparat karena terkesan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas," tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.(rmol)