Cecaran Komisi III kepada Polisi

Jumat, 28 Oktober 2016

foto kmps

JAKARTA - riautribune : Panitia Kerja (Panja) Kebakaran Hutan dan Lahan Komisi III DPR memanggil dua mantan Kapolda Riau, yaitu Inspektur Jenderal Dolly Bambang Hermawan dan Brigadir Jenderal Pol Supriyanto. Turut dipanggil Kapolda Riau saat ini, Brigadir Jenderal Pol Zulkarnain beserta jajaran Polda Riau.

Pemanggilan tersebut dilakukan untuk mendalami proses penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas 15 perusahaan yang menjadi tersangka pembakar hutan dan lahan. Sebagian kalangan, termasuk DPR menganggap SP3 penuh kejanggalan.

Pada rapat Kamis (27/10/2016), panja menemukan sejumlah kepastian bahwa terdapat kesalahan prosedur dalam penerbitan SP3 tersebut.

"(SP3) itu dibenarkan, tapi melalui prosedur yang benar. Nah, prosedur yang kami lihat sekarang kurang benar. Maka balikan dulu on the track dulu," kata Anggota Panja Karhutla, Wenny Warouw, Kamis.

Ketua Panja Karhutla Benny Kabur Harman kembali menanyakan apakah Polda Riau menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap 15 perusahaan tersebut.

Supriyanto mengatakan pihaknya hanya menerbitkan tiga SPDP. Sedangkan sisanya tak ada SPDP karena polisi menganggap belum memiliki dua alat bukti. "Ini jadi bingung. Kalau dijelaskan masuk tahap penyidikan tapi belum dikirim SPDP apa bisa?" tanya Benny.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, AKBP Ari Rahman Nafarin menjawab bahwa kepolisian biasa melakukan hal tersebut. "Biasanya kami begitu bisa. SPDP bisa menyusul," jawab Ari.

"Masuk ke penyidikan tadi ya? Ketika masuk penyidikan apa sudah ada tersangka?" tanya Benny lagi. Ari pun menjawab pihaknya belum menetapkan tersangka namun hanya terlapor. "Jadi belum menetapkan tersangka tapi sudah sidik. Masih terlapor tapi sudah tahap penyidikan, kemudian tidak terbitkan SPDP," kata Benny.

Ia kembali bertanya kepada Ari, apakah kepolisian pernah melakukan gelar perkara bersama dengan pihak Kejaksaan. Ari menjawab itu tidak pernah dilakukan. Gelar perkara sebatas di internal Polri dengan melibatkan fungsi pengawas yang ada di Polri.

Keputusan penerbitan SP3 pun diambil atas rekomendasi penyidik dan mereka yang hadir pada gelar perkara. Putusan diambil karena kasus-kasus tersebut tidak memenuhi unsur pidana. Benny pun sempat menanyakan kepada Ari tentang definisi dari SP3.

"SP3 itu penyidikan atau penyelidikan? Berarti kasusnya sudah disidik. Kalau sudah disidik sudah ada tersangkanya?" ucap Benny. "Belum ada juga. Baru terlapor. Kami tidak bisa buktikan," jawab Ari. "SP3 wajib diserahkan kepada siapa?" Benny kembali bertanya. "Kejaksaan dan terlapor," kata Ari.

"Baca lagi KUHAP. Itu artinya sudah penyidikan harus ada tersangkanya. Kalau di penyelidikan tidak bisa lanjut (penyidikan), tidak perlu SP3. Kalau sudah penyidikan, sudah ada tersangka tapi bukti tidak cukup dihentikan dengan mekanisme SP3. Maka KUHAP 109 mewajibkan SP3 diserahkan kepada tersangka dan keluarga," papar Benny.

Polisi dicecar

Jawaban Brigjen Pol Supriyanto dan AKBP Ari Rahman mengundang tanya sejumlah anggota Panja. Hari itu, Legislator mencecar polisi yang hadir di ruang rapat tersebut.

Anggota Panja Arsul Sani mempertanyakan parameter penyidik polda dan polres ketika meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan Menurut Arsul, jika parameternya tidak jelas dan sulit mencari bukti lebih lanjut, polisi tak usah buru-buru meningkatkan status ke penyidikan.

Ia mencontohkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki parameter jelas dalam meningkatkan status perkara ke tingkat penyidikan, yaitu ada tersangka dan mengantongi dua alat bukti yang cukup.

"Kesan saya, penyidik pada saat itu masih blur jadi langsung saja meningkatkan ke penyidikan. Ini yang bikin prasangka buruk bahwa penyidik kepolisian memanfaatkan kasus ini untuk hal-hal tidak terpuji," ujar Arsul.

Anggota Panja lainnya, Muhammad Syafii menyayangkan adanya kesalahan prosedural dalam penerbitan SP3 karhutla tersebut. Padahal, kasus-kasus tersebut tergolong kakap yang tak hanya menyorot perhatian nasional, namun juga secara internasional.

"Peristiwa ini menurunkan kepercayaan dan membawa kita kembali ke belakang. Apa yang jadi landasan SP3 ini belum memiliki landasan hukum yang layak untuk dikeluarkan SP3. SP3 tidak atas hukum. Jadi harus dianulir," tuturnya.

Adapun Anggota Panja Masinton Pasaribu mengkritik polisi. Ia pun merekomendasikan agar pejabat yang menangani kasus-kasus tersebut dipecat dari institusi kepolisian.

"Usul, dalam rekomendasi panja, pejabat yang menangani kasus ini saya usul dipecat. Karena ini sudah enggak benar. Model penanganan kasus ini mentolerir kejahatan berkali-kali. Sama saja dengan bandit," kata Masinton.

Panggil kembali pihak terkait

Meski menemukan kepastian ada kesalahan prosedur dalam penerbitan SP3 15 perusahaan tersangka karhutla, namun Panja belum menetapkan rekomendasi resmi.

Benny mengatakan, pihaknya akan kembali memanggil saksi dan ahli serta 15 perusahaan ke rapat panja. Jika perlu gelar perkara akan kembali dilakukan secara terbuka.

"Agar semua tahu dan Komisi III tidak dituduh. Makanya rapat ini dibuka, pertanggungjawaban siapa yang benar. Apa salahnya institusi sekali-sekali mengakui kesalahan kita perbaiki bersama. Kalau bersikukuh, kita gelar lagi saja," tutur Politisi Partai Demokrat itu.(kmps)