Petani Juga Diajarkan,Kapan Sawit itu Stres

Rabu, 12 Oktober 2016

foto riautribune.com

PEKANBARU - riautribune : Siapa sangka tanaman sawit pun bisa mengalami proses stres yang berdampak pada hasil produksinya. Hal inilah yang kemudian diungkap oleh Dr Djaimi selaku peneliti bidang sawit di Fakultas pertania Universitas Riau dihadapan puluhan petani sawit yang memiliki kebun mandiri, dan mendapatkan kesempatan untuk dilatih dan didik atas dana Badan Pengelola Dana Perkebuna (BPDP) Pusat.

“Setelah kami pelajari dalam berbagai penelitian tentang sawit, ternyata tumbuhan yang satu ini, juga bisa memasuki proses stres, akibat pemupukkan yang terlalu keras oleh pupuk-pupuk berbahan kimia.

 Harapan kita ingin produksi maksimal, justru sebaliknya. Inilah yang kemudian polanya dibarengi oleh pupuk alami, baik itu kompos bahkan dari produksi alami lainnya,”Ucap Djaimi dihadapan 50 petani asal Indragiri hulu.

 Pola pelatihan ini terselenggara atas kerjasama Asosiasi Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) resmi mengikuti pelatihan selama 6 hari, dilatih oleh LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) bekerjasama dengan  BPDP.

“Berusia 26 tahun,karna petani harus diberi pembekalan bagaimana cara mengelola sesuai dengan aturan supaya kebun generasi kedua bisa berkualitas dan berkelanjutan.

 Pada dasarnya para petani ini diberikan pengetahuan supaya yang dilatih ini dilapangan atau di desanya masing-masing nantinya bisa memberikan motivasi kepada petani yang lain untuk mngetahui pola-pola peremajaan yang baik dan yang berkualitas.

 Sehingga dengan kebun yang dimiliki petani itu misalnya masing-masing luasan 2 hektar,dan 2 hektar itu produksinya lebih meningkat dari generasi yang pertama karna mungkin sesuai dengan keinginan pemerintah tidak untuk memperluas lahan artinya lahan yang sudah ada dapat dikelola dengan budidaya tanaman yang berkualitas sehingga walaupun tanamannya tidak banyak artinya produksinya akan lebih banyak dengan tentunya bibit yang berkualitas dari sumber benih yang saat ini dipercaya dari lembaga-lembaga riset yang memberikan bibit berkualitas,”Ucap Djaimi.

  Sementara itu Prof Almasdi yang turut menyampaikan pidato pembukaan menuturkan, bahwa pelatihan ini juga bagian dari komitmen pemerintah melalui LPDP untuk mewujudkan kebijakkan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).

 “ Yakni suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca.

“Melalui pelatihan, peremajaan kebun kelapa sawit berkelanjutan"
petani dari kabupaten  kuansing, sebagai sebuah komitmen pelaksanaan  Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System  ISPO, bisa diwujudkan, dan dengan dasar inilah nantinya pemerintah RI akan terus menggulirkan dana pembinaannya melalui LPDP.

“Pelatihan petani kelapa sawit ini didegelasikan kepada tiga lembaga pertama Universitas Riau dengan menggelar 15 kelas, Kemudian Institute Teknologi bogor sebanyak 4 kelas, dan Sekolah Tinggi Kelapa Sawit Yogya sebayak 2 kelas. Semoga melalui program ini kita memiliki petani-petani sawit yang handal,”Ucap Prof Almasdi.

  Sementara itu ASPEKPIR melalui ketuanya setiono menuturkan, penjaringan peserta pelatihan dilakukan melalui koordinasi dengan KUD-KUD yang tergabung dalam ASPEKPIR. “Kita sudah undang, setelah dikomunikasikan maka keluarkanlah nama-nama ini, dimana mereka setujui dan siap untuk mengikuti pelatihan.

 Ini adalah peluang emas, selain mendapatkan pembinaan dan sertifikat, kedepan petani-petani yang telah mendapatkan pelatihan inilah kedepannya yang akan mendapatkan dana bergulir pembinaan oleh pemerintah melalui BPDP Awalnya kami mengusulkan 200 kelas namuan yang disetujui hanya 15 kelas, karena mengingat waktu dan keoptimalan waktu yang dimiliki oleh peserta pelatihan,”Ucap Warno.(ehm)