Nestapa Warga Bukit Duri di Rumah Susun: Tidur Kaya Tape

Jumat, 30 September 2016

foto tmpo

JAKARTA - riautribune : Salah satu lorong di Rumah Susun Rawa Bebek, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur dimanfaatkan anak-anak untuk bermain sepatu roda. Ibu-ibu mengawasi putera-puterinya sambil mengobrol tentang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Pokoknya Ahok nggak saya pilih lagi, menyengsarakan hidup saya dan keluarga," kata Kartemi, 54 tahun pada Kamis, 29 September 2016. Ibu-ibu lain mengamini pernyataan Kartemi.

Tiga pekan lalu mereka pindah dari rumahnya di Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan ke rumah susun Rawa Bebek yang jaraknya sekitar 15 kilometer.

Mereka terpaksa pindah, karena Pemerintah Jakarta telah mengirim surat peringatan pertama hingga ketiga agar membongkar sendiri rumahnya yang telah dihuni sejak lahir atau puluhan tahun lalu.

Pada Rabu pagi, 28 September 2016 ancaman dari Gubernur Basuki alias Ahok diwujudkan. Sekitar 400 personel gabungan Polisi Pamong Praja, kepolisian, dan tentara menggusur 80 bangunan, dari total 363 bangunan yang masuk daftar gusur di RT 06 RW 12 Kelurahan Bukit Duri. Penggusuran juga dilakukan di RT 06 RW 10, dekat Jembatan Kampung Melayu

Sejak tinggal di rumah susun Rawa Bebek tiga pekan lalu, kehidupan Kartemi dan kawan-kawannya berubah 180 derajat.  Kartemi harus kehilangan mata pencaharian.

Biasanya dia membantu suaminya dengan berjualan nasi uduk di pasar kecil kawasan Bukit Duri.  Saat ini, dia tidak bisa berjualan. Suaminya yang sebelumnya menjadi kuli panggul di Bukit Duri dan Jatinegara, juga kesulitan.

Kartemi dan suaminya juga kehilangan rumah permanen dua lantai yang dihancurkan alat berat.  Tidak ada ganti rugi dari pemerintah. Mereka difasilitasi satu unit rumah susun (rusun) di Rawa Bebek yang sewanya gratis hanya untuk tiga bulan pertama.

Setelah itu, mereka harus membayar cicilan bulanan mulai dari Rp 200 hingga 300 ribu. Angsuran itu belum termasuk untuk membayar air dan listrik. Jika dikalkulasi, Kartemi harus mengeluarkan uang Rp 500 ribu per bulan.

Di rumah susun yang masih baru, ada 7 orang anggota keluarga Kartemi.  Antara lain, suami, anak, menantu, dan cucu. Ibu 11 anak itu menjelaskan empat anaknya tinggal di unit rusun tersebut. Beberapa anak lain tinggal di sebelah rumahnya, di rusun itu juga. Sisanya, tinggal di daerah lain di Jakarta.

Unit rusun milik Kartemi memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi, dan sekotak dapur kecil. Karena jumlah keluarga yang banyak membuat rumah itu kian penuh-sesak. "Kalau malam tidurnya kayak tape, dijejer-jejer, karena kamarnya penuh," ujar dia.

Padahal di rumah sebelumnya, dia memiliki hunian permanen terdiri dua lantai. Dia membangun rumah itu dari jerih payah menabung dan utang. Kata Kartemi, rumahnya baru lima tahun lalu direnovasi dan menghabiskan biaya Rp 30 juta. Hal itu karena rumahnya sempat terbakar pada 2010.

Dia sempat berusaha untuk membuat sertifikat kepemilikan rumah. Tapi upayanya ditolak pihak kelurahan dengan dalih tanah milik negara. Kartemi hanya pasrah. Puncaknya, ia harus merelakan saat rumahnya digaruk oleh alat berat yang dikerahkan Pemerintah DKI Jakarta pada Rabu, 28 September 2016.

Kata Kartemi, saat ini suaminya, Warsono, 60 tahun sedang mengais barang yang bisa diambil. Warsono dan warga setempat masih sibuk mengais besi bekas di antara reruntuhan bangunan. Mereka kemudian menjualnya ke tengkulak dengan harga Rp 4 ribu per kilo gram.

Koordinator Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi, Sandyawan Sumardi menjelaskan Pemerintah DKI Jakarta menggusur paksa rumah warga di empat RW. Yakni RW 09, 100, 11, dan RW 12, Kelurahan  Bukit Duri. "Luasan pemukiman itu seluas 1,7 hektare yang ditempati 384 keluarga," kata Sandyawan.

Dia mengecam aksi penggusuran paksa tersebut. Mengingat, warga Bukit Duri masih mengajukan upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Tapi hal itu tak diindahkan pemerintah. Warga kini dipindah ke Rumah Susun Rawa Bebek dan mendapat fasilitas masing-masing sepetak rumah gratis selama tiga bulan.

Kepala Satuan Pelayanan Rusun Rawa Bebek, Ade Setyartini mengatakan bahwa pemerintah belum menetapkan besaran angsuran yang dibebankan ke penghuni rusun. Sejauh ini warga Bukit Duri, masih mendapat fasilitas sewa gratis selama tiga bulan.

"Kami juga memberi fasilitas akomodasi sekolah, busway, pasar, sekolah taman kanak-kanak, dan musala," kata Ade. Pemerintah DKI Jakarta juga membantu para siswa Bukit Duri untuk pindah ke sekolah negeri di dekat rusun.

Saat ini ada 313 keluarga Bukit Duri yang terpaksa pindah ke rusun Rawa Bebek. Tapi baru sebagian keluarga yang menghuninya. Sisanya, memilih mengontrak rumah di sekitar Bukit Duri dengan alasan pekerjaan, anak bersekolah dan tradisi sejak lahir tinggal di hunian horisontal.(tmpo)