Dewan Rame-rame Semprot BPJS Kesehatan

Selasa, 27 September 2016

ilustrasi internet

JAKARTA - riautribune : Komisi IX DPR kesal dengan kebijakan BPJS Kesehatan yang mengeluarkan surat edaran Nomor 16/2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Sebab, aturan baru itu bikin pusing dan memberatkan masyarakat.

Surat edaran tersebut su­dah berlaku sejak 1 September lalu. Di dalamnya disebutkan, peserta BPJS Kesehatan diwa­jibkan membayar iuran JKN paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan sistem baru.

Pembayaran iuran digabungkan dalam satu virtual account. Sudah begitu, jika terlambat membayar, kartu peserta akan langsung dinonaktifkan. Peserta juga diwajibkan mendaftarkan semua anggota keluarga yang ada di dalam kartu keluarga (KK) menjadi anggota JKN.

Anggota Komisi IX DPR, Muhammad Iqbal menyatakan, surat edaran tersebut sangat memberatkan masyarakat. Sebab, bukan saja kepesertaan masyarakat mandiri terancam di­nonaktifkan saat telat bayar, tapi mereka juga harus menanggung beban besar karena kudu mem­bayar iuran untuk semua anggota keluarga.

"Kami sangat sesalkan surat edaran mengenai tagihan iuran untuk peserta PBPU dan peserta BP. Masyarakat harus mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang tercatat di KK. Tentu hal ini hal ini sangat memberatkan bagi peserta mandiri. Padahal, kita tahu bahwa umumnya mereka masih banyak yang termasuk kategori tidak mampu tetapi tidak terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI)," terang politisi PPP ini, kemarin.

Untuk itu, Iqbal mende­sak Direksi BPJS Kesehatan merevisi surat edaran tersebut. Jika tidak, Dewan tak segan me­manggil direksi BPJS Kesehatan ke Senayan untuk disidang.

"Kami minta untuk direvisi, khususnya Pasal 3 mengenai tagihan iuran bagi peserta PBPUdan BP. Kami minta iuran BPJS Kesehatan bersifat perorangan, tidak kolektif untuk seluruh keluarga," tegasnya.

Anggota Komisi IX dari Ribka Tjiptaning berbicara lebih keras lagi. Kata dia, dengan aturan tersebut, BPJS Kesehatan tak ubahnya dengan asuransi kom­ersil yang cuma mau cari untung besar. Aturan yang mereka buat bisa membuat banyak peserta mandiri menjadi nonaktif cuma gara-gara telat bayar.

"Aturan ini nyata-nyata akan memberatkan keuangan para peserta BPJS Kesehatan mandiri, terutama yang berpenda­patan menengah ke bawah. Ada potensi terjadinya tunggakan pembayaran iuran, yang pada gilirannya akan membuat banyak peserta tidak bisa menggunakan kartu BPJS Kesehatan karena dinonaktifkan," ucapnya.

Menurut Ribka, jika dilan­jutkan, aturan tersebut akan menggagalkan tujuan BPJS Kesehatan menuju universal health coverage alias jami­nan kesehatan universal. BPJS Kesehatan hanya akan dimiliki sebagian masyarakat, khususnya yang mampu dan mendapatkan gaji setiap bulan.

"Kalau kebijakan itu tetap ngo­tot dilanjutkan, pemerintah harus memberikan solusi. Salah satunya, peserta BPJS Kesehatan PBI harus dinaikkan jumlahnya. Pemerintah juga harus membuka peluang bagi peserta mandiri yang tidak sanggup membayar iuran sesuai ketentuan baru untuk beralih ke PBI," jelasnya.

Anggota Komisi IX DPR dari Nasdem Irma Suryani Chaniago ikut memberikan peringatan keras kepada manajemen BPJS Kesehatan. Dia menganggap BPJS gegabah dan zalim. Dia juga kecewa karena BPJS Kesehatan tidak melakukan sosialisasi yang matang, malah lang­sung menerapkan aturan itu.

"Harusnya BPJS Kesehatan mensosialisasikan lebih dulu setiap peraturan baru yang ber­basis IT (informasi teknologi). Sebab, peraturan baru yang tidak didukung dengan sistem IT yang baik akan menimbulkan kebingungan dan keru­gian bagi peserta BPJS." ucap Irma.(rmol)