KPU: Calon di Pilgub DKI Harus Buka Asal Usul Sumber Dana Kampanye

Senin, 26 September 2016

ilustrasi internet

JAKARTA - riautribune : KPU Provinsi DKI menjelaskan aturan yang berlaku untuk Pilkada, bahwa dana kampanye haruslah dilaporkan ke KPU. Para pasangan calon di Pilgub DKI 2017 harus transparan membuka dana kampanyenya.

"Selain ada aturan soal besaran dana kampanye, pihak pasangan calon juga harus menyebut nama penyumbang hingga asal muasal dana kampanye," kata Ketua KPU Provinsi DKI Sumarno, Senin (26/9/2016).

Aturan ini termaktub dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Anggota KPU DKI Ketua Pokja Kampanye, Dahlia Umar, melanjutkan penjelasan soal dana kampanye ini. Pada dasarnya sumbangan dana kampanye terdiri dari tiga unsur yakni saldo awal dana kampanye, laporan sumbangan dana kampanye, dan laporan pengeluaran dana kampanye.

"Setiap penyumbang menandatangi pernyataan bahwa sumbangan untuk dana kampanye itu bukan berasal dari tindak pidana," kata Dahlia.

Pasal 7 PKPU itu menyebut, dana kampanye yang berasal dari parpol atau gabungan parpol maksimal Rp 750 juta. Sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 75 juta. Sumbangan dari badan hukum swasta maksimal Rp 750 juta. Yang jelas, sumbangan dana kampanye tidak boleh dari hasil korupsi. KPU dan jajaran penyelenggara Pilkada punya cara untuk memastikan dana kampanye bebas dari 'duit haram'.

"Kami akan audit dengan menunjuk akuntan publik yang sudah menjadi bagian dari asosiasi akuntan yang menandatangani MoU bersama KPU dan memiliki akreditasi tata cara auditing dana kampanye yang diselenggarakan KPU. Bila ada ketidaksesuaian maka akan dicatat dalam kesimpulan. Bila ada indikasi ketidakpatuhan terhadap aturan dana kampanye, nanti akan disampaikan ke publik," papar Dahlia.

Dana kampanye itu akan ditelusuri asal-usulnya menggunakan akuntan publik. Bila ada temuan mencurigakan, maka Badan Pengawas Pemilu bisa bergerak. "Misalnya nama penyumbang ternyata adalah pegawai BUMN atau BUMD, atau dana kampanye dari pihak asing, atau penyumbang punya identitas yang tidak jelas. Itu bisa kami telusuri," kata Dahlia.

Bila nantinya terbukti ada pasangan calon yang menggunakan uang hasil tindak pidana untuk biaya kampanye, maka duit itu akan dikembalikan ke negara. Dengan adanya transparansi, maka asal muasal dana kampanye bisa diketahui publik, apakah itu didapati lewat cara yang menyimpang atau tidak.

"Ini (dana kampanye) harus terbuka ke publik karena ini juga didapat dari publik. Nanti semua yang disampaikan ke KPU akan kami publikasikan, jadi masyarakat tahu pasangan ini dapat sumbangan dari mana dan dari siapa, berapa jumlahnya," kata Dahlia.

Jadi pihak KPU-lah yang nantinya membuka perihal dana kampanye itu. Meski pihak pasangan calon tidak diwajibkan mengumumkan dana kampanyenya sendiri, namun KPU juga mendorong pihak pasangan calon melakukan langkah transparansi itu.

"Bila pihak calon mengumumkan sendiri, itu sangat disarankan," ujar Dahlia.

Pihak pasangan calon juga diwajibkan membuat rekening khusus dana kampanye, paling lambat yakni saat KPU DKI menetapkan pasangan calon pada 24 Oktober. Kemudian setiap penyumbang dana kampanye harus menyantumkan nama terang, alamat, jabatan, NPWP, dan besaran sumbangan secara detil.

Pada Pasal 52 PKPU Nomor 13 Tahun 2016 itu, disebutkan soal sanksi bagi yang tidak patuh terhadap aturan besaran maksimal dana kampanye. Sanksinya adalah pembatalan sebagai pasangan calon.

"Partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon perseorangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan dan Pasal 9 ayat (1), dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai Pasangan Calon," demikian bunyi Pasal 52 itu.(dtk)