Selidiki Kebakaran Hutan di Rohul, Anak Buah Menteri LHK Disandera

Senin, 05 September 2016

ilustrasi internet

JAKARTA - riautribune : Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) disandera oleh segerombolan orang yang diduga dikerahkan perusahaan PT Andika Permata Sawit (APSL) pada Jumat 2 September 2016 di Rokan Hulu (Rohul), Riau. Tujuh pegawai KLHK yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) disandera usai menyegel kawasan hutan/lahan yang terbakar dan berada dalam penguasaan PT APSL.

Tim KLHK awalnya turun ke lokasi untuk menindaklanjuti arahan Menteri LHK Siti Nurbaya untuk melakukan penyelidikan penyebab meluasnya titik api di Riau beberapa waktu lalu yang telah mengganggu masyarakat. Sekaligus menyelidiki laporan mengenai masyarakat yang dikabarkan mengungsi karena asap.

Dari penginderaan satelit terlihat, sumber titik api penyebab asap sampai ke daerah lainnya di Riau itu, salah satunya berasal dari kawasan yang dikuasai oleh perusahaan tersebut. ''Sejak titik api meluas, saya menegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar. Maka tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK, turun ke lokasi di Riau,'' ujar Siti Nurbaya dalam siaran persnya, Minggu (4/9/2016).

Berikut kronologis lengkap kejadian penyanderaan tim KLHK di areal yang dikuasai PT APSL:

1. Sejak titik api mulai meluas di Riau, Menteri LHK meminta Dirjen Gakkum segera menurunkan tim ke lokasi melakukan penyelidikan.

2. Tim pertama turun ke lokasi yang dikuasai PT APSL, Senin 29 Agustus 2016. Tim sempat melakukan komunikasi dengan pengelola lahan sebelum masuk ke areal perusahaan. Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 ha. Tim sempat masuk lebih kedalam lagi pada areal kebun sawit yang terbakar yang diperkirakan lebih dari 2000 Ha. Akan tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal.

3. Selasa 30 Agustus 2016, dipimpin Dirjen Gakkum, tim KLHK kembali ke lokasi dan masih menjumpai ada masyarakat yang mengungsi di luar areal terbakar. Mereka telah mendirikan tenda beberapa hari dilokasi pengungsian tersebut.

Setelah diselidiki, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktifitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi kebun.

4. Dalam penguasaan secara illegal kawasan yang terbakar tersebut, setelah ditelusuri lebih jauh, PT. APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit dengan PT APSL bertindak sebagai 'bapak angkat'. Masyarakat dimaksud tak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir.

5. Saat tim KLHK masuk ke lokasi kebun, ditemukan fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya semua aktifitas di lokasi tersebut ilegal.

Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, dimana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka.

6. Setelah mendapat fakta awal, tim kembali ke Pekanbaru dan melakukan rapat internal. Diputuskan untuk melakukan tindakan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai PT APSL.

7. Jumat 2 September 2016 pukul 11.00 WIB, tim turun ke lokasi. Untuk menuju ke lokasi tersebut harus menggunakan ponton (sejenis transportasi penyeberangan) untuk menyebrang sungai. Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

8.'PPNS Line' dan plang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00 WIB. Selama proses itu berlangsung, tim sudah merasa diamat-amati. Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun, tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone.

Fakta lapangan menunjukkan, ada lahan yang memang sengaja dibuatkan 'stacking' atau jalur bakar. Artinya lahan yang akan digunakan untuk menanam sawit tersebut, terindikasi kuat memang sengaja disiapkan untuk dibakar. Bahkan saat tim tiba di lokasi, masih ada asap yang mengepul dari lahan berdasar gambut itu.

9. Sekira pukul 15.00 WIB, tim KLHK memutuskan untuk kembali, dengan menggunakan dua mobil. Mereka sempat bertegur sapa dengan seseorang (diduga salah satu manager perusahaan PT APSL inisial A).

10. Usai bertegur sapa, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Namun, ternyata A dan rekannya yang menggunakan sepeda motor, membuntuti perjalanan mereka. Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk menyeberang pulang, dan menganggap A dan rekannya juga akan sama-sama pulang.

11. Sebelum sampai ke lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang oleh sekelompok pemuda. Mereka ternyata sudah menunggu sebelumnya dan sengaja menggeser posisi Ponton, sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang. Ponton ini dioperasikan oleh PT Chevron karena jalan tersebut merupakan jalan inspeksi pipa PT Chevron.

Satu-satu jalan keluar dan menuju lokasi yang terbakar memang harus menyebrangi sungai dengan menggunakan ponton.

12. Gerombolan yang mencegat ini meminta tim KLHK turun dari mobil. Mereka kemudian dibawa ke sebuah tempat tak jauh dari lokasi tersebut. Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang.

13. Negosiasi terus dilakukan. Tim KLHK menegaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas Negara. Namun, gerombolan massa tetap tidak menerima dan meminta tuntutan mereka dikabulkan segera. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

14. Demi keselamatan tim KLHK yang disandera, plang akhirnya disepakati untuk dicabut, akan tetapi tim KLHK meminta yang melakukan pencabutan adalah pihak penyandera. Pencabutan plang dilakukan oleh pihak penyandera. Begitu juga dengan foto-foto yang disimpan di dalam kamera digital, semua dihapus dengan disaksikan para penyandera.

Namun data foto dalam kamera drone berhasil diselamatkan. Dari kamera drone inilah, bukti foto dan video luasan lahan yang terbakar, termasuk rumah pekerja (diklaim sebagai masyarakat) yang terbakar, berhasil didapatkan.(okz)