Komisi VIII DPR: Hukum Berat Pelaku!

Kamis, 01 September 2016

foto Pimpinan Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain

JAKARTA - riautribune : Sebanyak 99 anak di bawah umur terlibat kasus prostitusi untuk pelanggan gay. Pimpinan Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain meminta agar aparat menghukum seberat-beratnya sang muncikari, tersangka AR, dan pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini.

"Perdagangan anak-anak adalah salah satu yang disebut dalam UU perlindungan anak sebagai kejahatan luar biasa. Karena itu orang-orang yang memperjualkan anak-anak di bawah umur itu harus dihukum," ungkap Abdul Rabu (31/8/2016) malam.

Hukuman bagi para pelaku yang memperdagangkan anak di bawah umur disebutnya harus sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindunga Anak yang telah diperbaharui dalam UU Nomor 35 tahun 2014. Terlebih Presiden Joko Widodo juga sudah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Perlindungan Anak yang mengatur hukuman pidana hingga hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau penjara minimal 10 dan maksimal 20 tahun.

"Maka aparat harus benar-benar memperoses dan menghukum seberat-beratnya. Banyak referensi untuk menjerat para pelaku," ujar Abdul.

Tak hanya itu, ia pun meminta aparat bekerja cepat untuk mengusut sindikat yang terlibat dalam kasus prostitusi bagi kaum gay itu. Abdul menyatakan para pengguna jasa anak-anak di bawah umur juga sudah sepantasnya ikut dijerat dan dipidana.

"Semua pihak-pihak yang terlibat termasuk pengguna jasa harus dihukum. Mulai dari orang yang mengorganisir sampai usernya harus dihukum berat. Karena mereka masuk dalam klausul perdagangan anak-anak," kata dia.

Dalam kasus prostitusi anak itu, Abdul melihat kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak. Menurut Wakil Ketua Komisi yang membidangi anak ini, tak menutup kemungkinan adanya orang tua yang mengetahui anak mereka bekerja untuk menjadi pemuas nafsu kaum gay.

"Kalau orangtuanya sadar (tahu anaknya terlibat dalam prostitusi) maka itu masuk pada pihak yang bertanggungjawab. Perlu ada penegakkan hukum," sebut Abdul.

"Pemerintah harus melakukan tindakan melalui Kemensos dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kepada orang tua yang tahu. Apapun alasannya, apakah itu terpaksa, itu tidak bisa dibenarkan," imbuh politisi PKB tersebut.

Dalam UU Perlindungan Anak, orang tua yang mempekerjakan anak di bawah umur dapat dijerat dalam hukum pidana. Untuk itu, Kemensos pun diharap dapat lebih meningkatkan sosialisasi kepada warga.

"Apapun alasannya tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur apalagi pekerjaan tidak wajar seperti itu. Harus ada sosialisasi, penyadaran. Kemensos harus memfasilitasi agar orang tua benar-benar sadar dan hati-hati," ujar Abdul.

Komisi VIII pun meminta agar Kemensos terus memberikan pendampingan bagi para korban. Abdul juga mengingatkan agar pemerintah melakukan penyusuran terhadap para pelaku pengguna jasa prostitusi anak bagi kaum gay tersebut. Ia khawatir ada user yang juga masih di bawah umur.

"Korban harus di-recovery, bisa dalam bentuk fisik kalau ada kerusakan, lalu recovery psikologis yang juga diatur di UU dan Perppu," terang dia.

"Ada kewajiban negara untuk memfasilitasi korban. Kalau pelakunya di bawah umur, juga perlu ada rehabilitasi," pungkas Abdul.(dtk)