Fadli Zon: Negara Ini Nafsu Besar Tapi Tenaga Kurang

Jumat, 12 Agustus 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune : Pememotong anggaran untuk kedua kalinya bukti bahwa pemerintah tidak mampu mengelola keuangan negara dengan baik.

Pemotongan Rp 133,3 triliun yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukkan pemerintah juga tidak kompeten sehingga langsung dikoreksi. Padahal perubahan itu seharusnya diajukan ke DPR RI terlebih dulu.

"APBN itu baru disahkan seminggu yang lalu, anggaran langsung dipotong. Tidak bisa pemerintah seenak saja. Sebab harus diajukan ke DPR dulu. Kalau tidak, maka bisa berimplikasi politik, karena melanggar UU. Dimana pemotongan anggaran itu implikasinya sangat besar terhadap perekonomian rakyat," tegas Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam dialektika demokrasi "Pajak dan APBN 2016" bersama Ketua DPD RI Irman Gusman, dan Dikretur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati di Media Center DPR, Jakarta, Kamis (11/8).

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 5,1 persen, tapi ternyata defisit negara sebear Rp 236 triliun. Berarti, lanjut Fadli, negara rugi dan tekor. Pasalnya, penerimaan negara jauh dari target, dan defisit itu lebih dari PDB yaitu 3 persen.

"Maka bisa melanggar UU. Toh, tax amnesty dengan target Rp 165 triliun, yang masuk baru Rp 300 miliar. Jadi, negara ini nafsu besar tapi tenaganya kurang. Kemudian hanya mengandalkan utang luar negeri. Ini kalau dibiarkan berbahaya," ujarnya.

Seharusnya kata Fadli, pemerintah mengevaluasi terhadap program kerjanya misalnya pembangunan infrastruktur. Fadli balik bertanya sebenarnya untuk siapa infrastruktur itu dibangun. Contohnya pembangunan kereta api cepat.

"Terlalu dipaksakan. Jadi aneh untuk siapa sebenarnya kereta api cepat itu dibangun. Kalau tak ada uang, tidak usah dibangun. Sehingga uang itu bisa dialihkan untuk pembangunan sektor ril untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, yang makin sulit saat ini," ujarnya.

Dia menegaskan seharusnya postur perubahan APBN itu harus berorientasi pada politik anggaran ekonomi rakyat seperti pertanian, UKM, dan sebagainya. Tapi justru yang terjadi malah sebaliknya.

Pemerintah justru memback up ekonomi besar. Terutama kepemilikan dan penguasaan lahan. Untuk itu kata Fadli, DPR meminta pemerintah tidak memotong anggaran dana desa dan dana transfer daerah.

Persoalannya menurut Fadli, memang negara ini tak punya visi, melainkan "tiba saat, tiba akal". Seperti warung kopi, yang nasibnya tergantung kepada pemiliknya.

"Jadi, saya tak ingin seperti kata Wapres Jusuf Kalla, dimana kalau Jokowi Presiden negara ini akan hancur. Saya juga tak tahu kemana Sri Mulyani dan Rini Soemarno akan membawa negara ini? Apa untuk Amerika dan Tiongkok? Semua akan tergantung kepada pemerintah dalam mengelola negara," demikian Fadli Zon.(rmol/rt)