DPR Ingin Sistem Hukum Diperbaiki

Senin, 08 Agustus 2016

foto anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani

JAKARTA - riautribune : Samhudi, guru SMP Raden Rahmat, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur, divonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Sidoarjo pada Kamis 4 Agustus 2016.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai seharusnya terdapat prinsip keadilan yang bersifat restoratif. Jadi, hakim dalam menjatuhkan putusan tidak melulu terikat pidana penjara.

"Kalau dari semangat prinsip keadilan restoratif, menurut saya, kalaupun mau divonis, bukan pidana penjara, meskipun masa percobaan," ujar Arsul saat dihubungi,Senin (8/8/2016).

Ia mengatakan, hakim di Indonesia dalam menjatuhkan pidana harus sesuai undang-undang yang sudah mengaturnya sehingga tidak dapat memberi putusan yang tak sesuai UU berlaku.

"Kalau vonisnya sudah ditetapkan, misalnya range penjara sekian sampai sekian tahun, hakim tidak bisa keluar dari itu (UU)," ungkap Arsul.

Hal itu, menurut Arsul, berkaca dari kasus guru cubit siswa di Sidoarjo harus ada perbaikan sistem hukum yang mengacu pada prinsip semangat keadilan restoratif.

"Makanya kasus kayak di Sidoarjo itu dalam sistem hukum kita ke depan dengan mengacu pada prinsip semangat keadilan restoratif harus membuka ruang pada hakim menjatuhkan pidana di luar yang ada di UU," tutur Arsul.

Arsul pun sulit bila harus menentukan sikap apakah hakim yang memvonis guru tersebut salah atau tidak. Pasalnya, kedua belah pihak yang bertikai antara sang guru dengan orangtua murid telah berdamai.

"Vonis dengan masa percobaan, sebenarnya sudah ada kearifan hakim," ungkap Arsul.

Samhudi dilaporkan orangtua murid yang dihukum karena tidak mengikuti ibadah Salat Dhuha pada 3 Februari 2016. Hukuman yang diterima murid tersebut di antaranya dicubit tangannya. Namun, orangtua murid yang tidak terima membawa masalah tersebut ke ranah hukum.(okz/rt)