Walhi Desak Kejagung Usut Korupsi SDA 47 Korporasi Perusak Lingkungan

Ahad, 09 Maret 2025

Walhi melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan terindikasi korupsi sumber daya alam ke Kejaksaan Agung, Jumat (7/3/2025), diterima oleh Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

JAKARTAWahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) resmi melaporkan 47 korporasi yang diduga melakukan perusakan lingkungan dan korupsi sumber daya alam (SDA) kepada Kejaksaan Agung.

Perusahaan-perusahaan ini beroperasi di sektor perkebunan kelapa sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, penyediaan air bersih, serta pariwisata.

Walhi memperkirakan potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi SDA yang melibatkan 47 korporasi tersebut mencapai Rp 437 triliun. Modus operandi yang diidentifikasi antara lain perubahan status kawasan hutan melalui revisi tata ruang atau penerapan Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta Kerja, gratifikasi dalam bentuk pembiaran aktivitas tanpa izin, serta pemberian izin yang tidak sesuai dengan peraturan tata ruang.

Lebih jauh, Walhi mengungkapkan adanya skema korupsi yang lebih besar melalui perubahan atau pembentukan regulasi yang mengakomodasi eksploitasi SDA dan memberikan pengampunan atas pelanggaran. Fenomena ini dikenal sebagai state capture corruption.

“Kami tidak hanya melaporkan kasus per kasus, tetapi juga menelusuri modus operandi kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi ini. Sejak 2009, kami mengamati bahwa penjualan tanah air terus berlangsung, terutama terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, dalam pernyataan tertulis, Jumat (7/3/2025).

Zenzi menambahkan bahwa korupsi SDA tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan yang berdampak pada beban finansial negara akibat dampak eksternalitas dari aktivitas korporasi tersebut.

“Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran strategis dalam memastikan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan dan korupsi SDA berjalan efektif serta tidak memberikan impunitas kepada para pelaku. Oleh karena itu, hari ini kami melakukan audiensi dan pelaporan langsung kepada Kejaksaan Agung,” tambahnya.

Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Raden Rafiq, menyebut bahwa pihaknya secara khusus melaporkan empat korporasi di sektor perkebunan sawit dan tambang yang diduga terlibat dalam korupsi SDA.

“Empat perusahaan ini hanyalah bagian kecil dari banyaknya perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan dan hak masyarakat adat serta petani lokal,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela, menyoroti dampak pertambangan nikel di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah menghancurkan ekosistem laut, merusak wilayah tangkap nelayan, serta mengakibatkan pencemaran lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati. “Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi harus segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Bukti permulaan yang kami laporkan sudah cukup kuat, terlebih kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK. Maluku Utara bahkan menempati posisi pertama sebagai provinsi terkorup di Indonesia dalam sektor ini,” tegas Faisal.

Selain melaporkan korporasi dan pejabat yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, Walhi juga memberikan catatan kritis terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, di mana Jampidsus Kejaksaan Agung bertindak sebagai Ketua Pelaksana Satgas tersebut.

Menurut Walhi, Satgas harus memprioritaskan penindakan terhadap korporasi skala besar yang telah menikmati keuntungan dari praktik ilegal dan koruptif di kawasan hutan. Satgas juga tidak boleh berfokus pada penertiban masyarakat kecil yang justru menjadi korban klaim sepihak negara atas kawasan hutan serta buruknya tata kelola perizinan di sektor kehutanan.

“Kami sejak awal mengkritik dominasi militer dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan, baik dari segi substansi maupun mekanisme kerjanya. Kekhawatiran terbesar kami adalah semakin banyak rakyat yang akan menjadi korban penggusuran atas nama penertiban kawasan hutan. Oleh sebab itu, Walhi secara nasional berkomitmen mengawasi kerja Satgas ini dengan serius,” ungkap Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional.

Walhi berharap Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan. Organisasi ini juga menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, baik di tingkat nasional maupun daerah, guna memastikan penegakan hukum yang transparan dan efektif terhadap kasus-kasus korupsi SDA. (rs)