Kasus Pancagila, Ketua MPR: Orang Tak Paham Pancasila, Mau Berapa Ditahan?

Jumat, 22 Juli 2016

foto Internet

JAKARTA - riautribune : Penggiat masyarakat dari Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut) Sahat Safiih Gurning, kini meringkuk di penjara karena dituduh menghina lambang negara di akun Facebook miliknya. Ketua MPR Zulkifli Hasan menyayangkan rendahnya pemahaman masyarakat soal lambang negara. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan penahanan orang yang tidak paham atas Pancasila.

Zulkifli Hasan mengingatkan mengolok-olok dasar negara seperti itu adalah tindakan salah. Namun Zulkifli menyadari hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan Pancasila kepada warga negara.

"Tentu pendapat yang mengolok-olok dasar negara tidak dibenarkan. Tapi itu kan kita juga mengerti kenapa itu bisa terjadi. Pelajaran mengenai wawasan kebangsaan hanya di MPR, nggak ada lagi sekarang. Kalau dulu kan ada Pendidikan Moral Pancasila, ada Penataran P4 sekarang ini hanya MPR," kata Zulkifli kepada wartawan, Jumat (22/7/2016).

"Karena itu harus secara masif kita lakukan lagi dengan semua pihak terlibat agar hal ini tidak terjadi lagi. Agar Pancasila dipahami secara lengkap dan utuh oleh seluruh rakyat Indonesia dan ini tugas besar dan tidak mungkin hanya dilakukan MPR saja," kata Ketum PAN ini

Sahat mulai ditahan tidak lama setelah ia mengunggah status 'Pancagila' di laman Facebook miliknya pada April 2016. Sahat menulis 'Pancasila itu hanya lambang negara mimpi, yang benar adalah Pancagila'. Sahat mendefinisikan Pancagila yaitu:

1. Keuangan Yang Maha Kuasa.
2. Korupsi Yang Adil dan Merata.
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia.
4. Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan.
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.

Pihaknya telah mengajukan permohonan penahanan tetapi ditolak Polres Toba Samosir. Kasus itu kini telah berpindah ke PN Balige dan Sahat tetap ditahan.

Soal penahanan ini Zulkifli tak mau ikut campur. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.

"Kalau soal proses hukum, itu terserah aparat hukumnya. Kalau banyak orang nggak paham, mau berapa orang dipenjara. Jadi tugas yang penting adalah pendidikan Pancasila harus dilakukan semua pihak secara masif," pungkasnya.(dtk/rt)