Rizal Ramli: Mereka Rakus

Jumat, 01 Juli 2016

foto internet

JAKARTA-riautribune : Ambisi Pemprov DKI Jakarta membangun 17 Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta menemui jalan buntu. Tim gabungan yang dipimpin Menko Kemaritiman Rizal Ramli (RR) menilai empat pulau bermasalah, dan mengandung banyak pelanggaran. Empat pulau itu adalah Pulau C, D, N dan G. Kategori pelanggaran berat ada di Pulau G sehingga reklamasi harus dibatalkan. Di linimasa, netizen setuju reklamasi dihentikan jika banyak merugikan.

Selain Pulau G, ada Pulau C, D, dan N. Ketiganya masuk pelanggaran sedang, namun perlu dirombak ulang karena dianggap mementingkan keuntungan semata dari lingkungan.

"Pulau-pulau yang melakukan pelanggaran sedang ini melanggar karena rakus dan hanya sekadar mengejar keuntungan," tegas Rizal saat rakor penanganan reklamasi Teluk Jakarta di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) I Jakarta, kemarin.

Untuk diketahui, reklamasi Teluk Jakarta sudah lama menjadi perdebatan. Mulai dari regulasi, penolakan aktivis lingkungan, hingga dugaan korupsi atas operasi tangkap tangan KPK terhadap angota DPRD DKI Jakarta disusul penetapan tersangka terhadap Presiden Drektur Agung Podomoro Land selaku holding grup PT Muara Wisesa alias pemegang Izin Reklamasi Pulau G. Nah, berangkat dari itu, pemerintah melalui Menko Rizal membentuk tim dan melakukan penelusuran atas ambisi reklamasi. Mereka yang terlibat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sejumlah Deputi DKI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan.

Hasil investigasi ala Rizal cukup mencengangkan. Tiga Pulau (C, D, dan N) masuk pelanggaran sedang dan direkomendasikan untuk dirombak. Pasalnya, model pembangunan tiga pulau menjadi satu itu dianggap tidak laik lingkungan. Dirincikan Rizal, Pulau C dan D ternyata dibuat menyatu oleh pengembang. Menurutnya, konsep ini hanya akal-akalan agar dapat untung besar saat lahan itu nantinya dikomersilkan. Seharusnya, dua pulau itu dipisahkan oleh kanal selebar 100 meter dengan kedalaman 8 meter guna memberikan akses lalulintas kapal. Kanal itu juga dibutuhkan agar jika banjir menghadang, airnya bisa langsung mengalir ke laut.

Pelanggaran sedang lainnya adalah Pulau N, yaitu bagian dari proyek Pelindo II untuk Pelabuhan Kalibaru (New Priok Container Terminal 1), pengembang ditengarai melakukan pelanggaran dan pelaksanaan teknis yang menggangu lingkungan hidup. "Namun, setelah kami desak, dengan Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) dan yang lain, pengembangnya bersedia bongkar. Sekarang sebagian sudah dilakukan. Jadi jangan salah mengerti seolah reklamasi masih berjalan. Kalau pun ada kegiatan, itu terkait pembongkaran," tegasnya.

Sementara, kata Rizal, pelanggaran berat terjadi di Pulau G. Reklamasi itu harus dibatalkan. Pasalnya, keberadaannya membahayakan lingkungan hidup atau proyek vital strategis, membahayakan pelabuhan dan lalulintas laut. Selain itu, banyak kabel-kabel yang terkait dengan listrik milik PLN dan mengganggu lalulintas kapal nelayan serta tata kelola reklamasi Pulau G merusak biota.

Di jagad Twitter, tweeps kebanyakan setuju. Misalnya @grandia64. "Tegas lugas, ayo zalll," kicaunya. Akun @roz_zale mendesak pulau-pulau reklamasi harus dibongkar jika keputusannnya dibatalkan. "Harus!" cuitnya. "Itukan cuma ekonomi Ahok yang rugi, kalau reklamasi diteruskan justru ekonomi rakyat yang jauh lebih rugi," cuit @uway_beal.

Tweeps @padri_padriana memberi saran kepada Rizal Ramli. "Kenapa mesti reklamasi pak? Saya waktu kuliah diajari pengelolaan pesisir melalui konsep ekowisata. Terapkan ini aja ya," kicaunya. Akun @margono486 menyatakan, Singapura reklamasi karena lahan kurang. "Singapura melakukan reklamasi karena keadaan negara tidak memungkinkan transmigrasi sedangkan Indonesia masih sangat luas," tambah dia.

Namun, ada pula yang membela Ahok. Akun @edisoekardi menyatakan, reklamasi bukan barang haram. "Reklamasi hal biasa, tetapi tata caranya harus benar. Gak boleh jalankan dengan cara tabrak-tabrak aturan."

Bagaimana tanggapan Ahok? Dia tidak bisa melawan pemerintah pusat. Namun, bisa saja yang protes atas rekomendasi itu justru para pengembang. "(Tapi) ah, masa kita lawan pusat? Nanti paling pengusahanya bisa gugat saya kira," ujar Ahok, kemarin. Ahok belum tahu pasti apa saja rekomendasi para menteri itu. Namun, dia berpedoman pada Keppres perihal reklamasi.

"Saya kira kalau keputusan seperti itu saya nggak tahu ya. Kalau saya Keppres, dasarnya Keppres. Ini rekomendasi berarti kan harus naik ke Presiden dong," katanya.(rmol/rt)