Majelis Tahkim yang Memberhentikan Fahri Hamzah Adalah Mahkamah Partai Gadungan

Senin, 20 Juni 2016

foto internet

JAKARTA - riautribune :Sidang lanjutan kasus gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terhadap beberapa elite PKS akan berlangsung hari ini, Senin 20 Juni 2016 dengan agenda duplik.

Kuasa Hukum Fahri Hamzah, Mujahid berpendapat, bantahan tergugat bahwa Mahkamah Partai (Majelis Tahkim) PKS telah sah dan legal bertugas sejak 18 Februari 2016, yang merupakan kali pertama Fahri Hamzah dipanggil sebagai tertuduh atau terdakwa pelanggaran disiplin di PKS, tidak berdasarkan hukum dan sangat mengada-ada.

“Padahal, negara melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) baru mengesahkan atau melegalisasi keberadaan Mahkamah Partai PKS (konsekuensi yuridis partai politik sebagai badan hukum) baru pada 25 April 2016,” katanya, Senin (20/6/2016).

Pengesahan itu melalui Surat Kementerian Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor: AHU.4.AH. 11.01-11 Perihal Komposisi Majelis Tahkim (Mahkamah Partai). Surat itu ditujukan kepada Presiden dan Sekjen DPP PKS.

Sekadar diketahui, DPP PKS pada Februari 2016 memang pernah mengajukan pengesahan Mahkamah Partai ke Kemenkumham, tapi ditolak.

“Penolakan oleh Kemenkumham itu berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Nomor: AHU.4.AH. 11.01-09 Perihal Penjelasan Komposisi Majelis Tahkim (Mahkamah Partai) tertanggal 26 Februari 2016,” ujar Mujahid.

Dengan demikian, Mujahid mengungkapkan, Mahkamah Partai PKS yang memeriksa dan mengadili Fahri Hamzah yang kemudian memutuskan memberhentikan sebagai kader PKS merupakan “Mahkamah Partai Gadungan”. Mahkamah tersebut tidak ada dasar dan sumber hukumnya.

“Jika lembaga yang memberhentikan Fahri Hamzah adalah “Mahkamah Partai Gadungan”, negara melalui kekuasaan kehakiman yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan wajib mengoreksi, apalagi partai PKS hidup dalam tatanan demokrasi konstitusional,” paparnya.

Mujahid mengatakan, hal itu berdasarkan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.(okz/rt)